Saturday, July 26, 2008

Mommy Mandiri

Ada nih beberapa orang ngeliat kita ini terlalu mandiri, nggak ada sedikit pun cewek-ceweknya. Artinya manja apa merluin siapa untuk menolong, or kodrat laen mungkin nempel pada cewek. Mungkin juga ini terjadi karena pola asuh kita terima dari ortu. Mereka nggak pengen kita tergantung sama orang, mentang-mentang anak perempuan satu-satunya. Jadilah kita dididik sama seperti ketiga adeku, termasuk dalam mengendarai mobil plus merawatnya.

Manfaatnya sangat terasa kalo suami dinas luar kota. Kadang-kadang sampai lima hari, seperti kali ini. Nah, entah kecapean latihan nari ato memang udara nggak enak, dia drop pas bapaknya ke luar kota. Wah, ngenes juga liat dia muntah-muntah kala mau tidur. Sesudah dibalurin minyak kayu putih dia tidur nyenyak. Tengah malem bangun, langsung muntah. Kita udah mulai deg-degan, apalagi suhu tubuhnya naik. Akhirnya kita mint izin supaya hari Jumat dia nggak masuk sekolah. Pikirku, biar istirahat dulu aja. Tapi, panasnya nggak turun-turun. Alhasil kita bawa dia ke dokter sekitar pk 16.00. Singkat cerita dia semakin membaik, Sabtu udah bisa sekolah.

Kita ngebayangin kalo nggak bisa nyetir, pas anak sakit, gimana? Ada taksi sih, tapi nggak bebas kan di taksi? Misalnya kalo dia muntah di mobil? Mau pake becak tambah muskil lagi. Itu soal ketrampilan. Soal jiwa mandiri laen lagi. Kita sih jarang tuh ngelokro kalo ngadepin kesulitan begini, anak sakit pas misua ke luar kota. Langsung aja susun plan, ke dokter, terus dokternya mana, lalu m minumnya gimana, dll. Pernah sih kepikir enak juga kalo ada ngedampingin, tapi lama-lama malah kerasa ribetnya en ngeribetin orang laen. Kerjain aja sendiri, beres, he…he…he…! Saking mandirinya kita suka lupa sms ke misua kalo anaknya sakit. Selaen memang lupa, kita nggak pengen juga dia bingung pas rapat di sana. Mungkin kita sms kalo keadaan sudah aman terkendali, hmm!?!

Pikir-pikir kita kayak istrinya tentara deh, semua musti bisa ditanggulangi pas koman pergi. Andaikata dulu kita dimanja nggak dibiasain mandiri, bisa kayak apa ya? Jangan-jangan orang ketemu kita langsung jinjo karena selalu minta tolong, ha….ha…ha…! Syukurlah kita nggak kayak gitu, walaupun perlu juga sekali-sekali nerima perhatian pertolongan orang lain, biar meras kalo kita ini perlu orang lain juga.

Tuesday, July 22, 2008

Kenangan 2 tahun lalu

Kehadirannya dalam keluarga kami tunggu-tunggu. Setelah empat tahun, akhirnya ia datang juga! Anak semata wa ini betul-betul fast learner. Bayangkan, ia sudah bisa mengucapkan kata-kata sejak usia 8 bulan.

Kemampuannya dalam bidang bahasa sungguh luar biasa, tetapi di bidang olahraga…., butuh kesabaran! Karena gangguan asmanya, kami sepakat untuk memotivasinya agar menyukai renang. Mula-mula dengan membelikannya kolam renang dari plastik, lalu renang di kolam anak-anak, sampai mulai mau renang bersama saya di kolam dewasa.

Semakin besar, tentulah diupay untuk renang dengan cara benar. Karena itulah Jessie kami ikutkan kelas renang. Mula-mula sih ia senang, merasa kemampuannya bertambah bisa membanggakannya kepada kakek neneknya. Masalah muncul kala ia sampai di tahap mengambil napas dalam renang gaya bebas. Nangis di kolam renang bukan sekali dua kali, sampai-sampai gurunya hanya bisa menggendongnya di samping mengajar teman-temannya. Jika sampai waktunya les renang, berbagai alasan muncul supaya akhirnya ia tidak perlu les. Lain kali jika pergi lesnya lancar-lancar, sampai di kolam renang langsung muntah.

Sebagai ibu, tidak tega rasanya melihat anaknya stress seperti itu. Hanya karena inilah satu-satunya cara supaya asmanya sembuh, saya menguatkan hati setiap kali bentuk stresnya muncul. Segala daya saya kerahkan supaya ia mau les setiap minggu, dari memberi semangat sampai janji bermain di tempat kesukaannya setelah selesai renang. Berbulan-bulan kami mengalami up and down dalam les renang. Berkali-kali saya hampir menyerah karena merasa tidak ada gunanya menunggui anak les renang jika hasilnya hanya tangisan muntah. Syukurlah tekad melihat anak ini mandiri, sehat punya semangat juang memampukan saya bertahan menjalani masa-masa tak enak itu.

Di tempat lesnya banyak anak baru juga mengalami hal serupa. Rupanya ini menjadi pemicu baginya untuk menunjukkan jika dirinya sekarang sudah bisa. Sekarang ia sangat menyukai renang. Sekalipun teman akrabnya tak mau renang, ia tetap pergi les. Sekalipun hujan, asalkan gurunya ada di kolam renang, ia pasti bersikeras ingin renang. Lega rasanya berjalan bersamanya mengatasi rintangan berat dalam hidupnya.

PS: Tulisan di atas pernah kita kirimkan ke salah satu lomba ibu anak. Kemarin, kala antar Jessie les, ada anak laki-laki usia 6 tahun baru belajar renang, nangis-nangis juga. Teringat kenangan 2 tahun lalu saat Jessie mulai belajar renang.

Monday, July 21, 2008

Go Blog

Perkembangan teknologi memang luar biasa. Tanpa sadar orang terhanyut olehnya, mau tidak mau harus bertahan terhadap gempuran ombak teknologi.

Salah satu dampaknya lumayan besar adalah hadirnya blog. Kayaknya kuno banget deh kalo zaman sekarang nggak kenal blog. Kita sendiri tadinya juga nggak tau, sampe tiba-tiba sekitar dua taon lalu misua mulai ngomongin blog melulu di rumah. Kan pengeng juga, akhirnya terdorong untuk ngutak-ngatik media ini.

Perubahan paling mendasar dengan kehadiran blog ini kita rasa adalah pada pemformulasian pikiran. Percaya kan kalo di Indo tuh orang lebih percaya pada kupingnya daripada matanya. Nggak percaya? Coba aja tanya sama bus kota mania. Udah tahu ada papan jalur bis di bagian atas, bisa dibaca. Begitu bus nya perlahan-lahan mendekat, ditanya, “Lewat Malioboro?” Kalo kondekturnya berteriak-teriak, “Sik..sik..sik…, ana sing meh melu…!” Nah, naiklah si penumpang ini dengan penuh keyakinan. Padahal jelas-jelas papannya bertuliskan nama Malioboro terbaca jelas.

Ngeblog juga gitu, perlahan-lahan orang diajak untuk mencurahkan isi hatinya melalui tulisan. Perlahan-lahan orang digeser dari budaya bicara kepada budaya menulis. Banyak deh sekarang penulis-penulis blog karyanya dibukukan. Terbuka deh kemungkinan lahirnya penulis besar zaman revolusi teknologi mungkin dapat disejajarkan dengan pujangga-pujangga Indonesia jadul.

Ada teman blogger baru mulai ngeblog. Gaya bahasanya nyenengin, seger sedikit narsis. Salut juga ama dia, di tengah berbagai kesibukannya masih ngeblog. Nah, generasi muda kayak gini kan menimba banyak manfaat dari ngeblog. Pasti lancar nanti pas bikin skripsi karena udah terbiasa nulis. nggak boleh lupa, dib log tuh sah-sah aja mau narsis dikit, wong namanya juga diary online. Tiap blog punya penggemarnya sendiri-sendiri, jadi ada gunanya mencurahkan isi hati tanpa mengabaikan undang-undang IT baru keluar. Ngenes deh kalo gara-gara ngeblog kita icip-icip melihat dunia dari balik jeruji. Nggak banget deh.

So, let’s blogging. Go blog, pake spasi lho…, bukan goblog tanpa spasi! Ha…ha…ha…

Genap Seminggu

Seminggu lalu, Jessie memulai hari pertamanya di kelas 3 SD. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, kali ini baru hanya blus seragam putihnya, secara dua taon lalu udah butek bener warnanya. Kalo ada kategori warna putih tua, mungkin itulah warnanya, ha…ha…ha…! Tas, sepatu, peralatan tulis menulis, semuanya masih seperti dulu.

kita kagum pada Jessie adalah semangatnya. Berhari-hari sebelum ia bertanya-tanya siapa teman-temannya siapa gurunya. Jika kita sih selalu mengeluarkan metode sama yaitu mempersiapkan Jessie seolah-olah di kelas itu tak ada dikenalnya, supaya dia nggak kaget kalo memang itu terjadi. Lalu kita juga ngajarin supaya nggak milih-milih guru. Semua guru pasti udah dibekali dengan pengajaran standar, hanya gimana si anak mengoptimalkan kelebihan gurunya aja.

Hari pertama sampai ketiga, dia pulang pk 09.00, karena masih tahap perkenalan. Ternyata Jessie diajar lagi oleh guru laki-laki. Kita senang, jadi ada imbangan dengan polkita mengajar di rumah. Kan kita dominan banget ngajarin dia ini itu. Lalu kawan-kawannya juga bervariasi, campur dari kelas-kelas laen. Ada udah pernah, ada belum pernah.

Langkah penting kita tanamkan di dalam diriku adalah mengajarkannya kemandirian. Salah satunya memberday dia supaya mampu menyampul sendiri buku-buku pelajarannya, terutama buku tebel-tebel. Mungkin kita nggak sabaran, akhirnya kita sampulin semua. Tahun ini kita bertekad supaya lebih membiarkan dia berkarya sendiri.

Kita juga mulai membiasakannya belajar di sore hari, karena materi kelas 3 nggak seenteng materi kelas 2. Banyak hal butuh pengendapan, baru bisa dipahami. Mula-mula sih dia nolak abis, karena mungkin dia belajar di pagi hari. Tapi setelah kita jelaskan, Jessie mau ngerti kalo porsi belajarnya musti ditambah. Jadi sore ngulang sebentar pelajaran hari ini, besok pagi nyiapin pelajaran buat hari dijalani.

Beberapa hari lalu ia kepengen jadi ketua kelas. Kita sih santai aja, kita bilang en jadi warga kelas biasa, jadi nggak terbuang kala belajarnya. Jiwa kompetitornya tinggi rupanya agak menyulitkannya melihat hal ini. Emang dasarnya anaknya suka berpartisipasi, jadi kali dia nggak tahan kalo di kelas dia nggak punya peran. Nurun kita apa bapaknya ya? Ha....ha...ha...

Untuk menghindari kejenuhan, kita memperbolehkannya ikut lomba langen carita alias operet Jawa bersama teman-temannya di sanggar tarinya. Lakonnya lucu-lucuan, tapi digarap secara kolosal, jadi memperluas pergaulannya.

Hari ini, kita lihat semangat belajarnya terus tinggi. Tiap pagi dia ngebayangin hal-hal menyenangkan dijumpainya di sekolah, termasuk acara piket kelas. Semoga aja begitu terus di tahun ini. Yah, belajar itu habit, gampang melencengnya kalo nggak betul- betul dijaga. Apalagi buat anak seperti Jessie gampang teralihkan perhatiannya. Musti dicontohin berulang-ulang kalo belajar itu habit.

Friday, July 18, 2008

Naik Dingklik

Setelah atur sana, atur sini, hari ini kita bisa deh nyuci semua underwear. Lega juga tuh Jessie pulangnya siang (pk 12.30), jadi kita bisa menuntaskan pekerjaan rumah or orderan, sebelum dia pulang sekolah.

Mencuci underwear kujalani dengan ringan sambil mendengarkan siaran radio. Nah, kala semua udah masuk ke mesin pengering, mulai ada aneh. Pertama, ada bau menyengat rasa-rasanya kayak bau daun busuk. Aneh banget kan, mesin cuci koq bisa ngeluarin bau kayak gitu. Perasaanku tambah nggak enak, kala mesin kita jalanin ternyata nggak ada air perasan baju keluar. Padahal mungkin banyak tuh, karena kita merasnya nggak kuat-kuat. Biarlah mesin melakukan pekerjaan mesin.

Tiba-tiba ada item-item bergerak keluar dari selang. Hiiiii…., langsung kita lari. Pertama sih kita lari menjauhi objek ketakutanku itu. Tapi terus muncul naluri mempertahankan diriku. Kita ambil gagang pel dari besi, kita kejar tuh tikus. Anehnya, keluar dari selang dua, tapi lari kea rah pintu garasi koq cuman satu? Pikirku, paling-paling lari ke tempat laen pas kita ngejer satu.

Begitu semua baju udah dijemur, tiba-tiba kita pengen ngegorojok aer seember ke dalam mesin pengering. Alamak! Begitu air masuk, keluarlah semua daun kantong plastic hitam. Kita langsung deh kali ini manjat dingklik, mungkin kita pake buat duduk saat menyikat baju. Buset dah, banyak bener tuh kotoran di dalam mesin? Akhirnya sampe 3 ember baru bersih.

Kita tetep aja nggak puas. Kebetulan Khun nyimpen brosur tukang servis. Langsung kita telepon. Begitu mesin dibuka, bener aja…..tuh tikus masih ada satu di dalam mesin!!!! Hiiii…., akhirnya sama si bapak tukang servis dijepit pake tang terus dibuang. Nah, bagian ini susah, di bawah tabung pengering itulah sarang si tikus! Nggak rugi manggil tukang servis. Dibuka semua sama dia, dibersihin deh mesin cuci itu. Dari bawah tabung banyak banget kotorannya. Pantesan kalo nyuci tuh idungku nggak nyaman banget, kayak bau-bau gimana gitu. Hih, ada-ada aja!

Monday, July 14, 2008

2 jam di Bea Cukai

Critanya dirikuh ada kiriman (blanjaan onlen gituh, entah yang mana), eeeeeeehhh tau2 dapet panggilan dari kantor pos Semarang Erlangga, kena palak 151rb....
HOEEEHHHH???!!!

Kaget?
Embwer!
Soalnya blanjaan udah diitung secermat mungkin ndak mungkinlah sampe kena segitu (kalo berdasarkan perhitungan yg bener lho yaa..bukan itungan jadi-jadian...heheheh). Makanya, sebelum kesana, ngumpulin dulu bahan-bahan sanggahan untuk keberatan *halah!*, antara lain:
- print sharing di satu site tentang palak kiriman yg dinyatakan sebagai 'gift'/kado
- print invoice salah satu belanjaan yg dicurigai (diliat dari nominal palaknya kemungkinan $50-$60)
- print daftar bea masuk, yg ada statement "Total Value equal to US$ 50 or less, import duty are exempted" dari http://ems.posindonesia.co.id/custom.html.

Kepake?
Kaga...
Huehehehehehe...
Lha wong daku ngeprint invoice blanjaan yg lain =D
Ternyata sampe sana kirimannya ternyata belanjaan yg dari ebay, harusnya $34.05 (masuk kategori bebas pajak), tapi entah

gimana dari sononya tulisan ga jelas jadinya kebaca $102. Maka jadilah kena palak segitu. Tapi langsung diberesin kok waktu setor print out invoice aslinya. Sip dah.

Naaahhh, sambil nungguin dokumen diberesin inilah gue chit chat sama si Bapak BC. Mayan euy, dapet banyak ilmu. Diantaranya yang berikut ini:

1. Kiriman senilai $50 kebawah, bebas pajak dengan syarat:
a. bobot dibawah 20kg
b. bukan berupa barang banyak dengan nilai kecil. contoh: kancing 2 kerdus gede, tapi $40 =D
c. bukan kiriman yg berturut-turut dengan penerima yang sama. contoh: sehari 2x, seminggu 4 hari, kiriman $30-$40, semua ke Mega, alamat Jl. Ampera (peaceeee nek!! wakakakak). Kasus begini, kiriman yg duluan lolos, tapi yang belakangan kena. Oiya seminggu sekali ngga terhitung berturut-turut =D (katanya si bapak lhooo...)
d. tidak diatasnamakan kantor (PT, CV, dkk).

2. Ngga pernah ada aturan, paket yg dinyatakan as gift/kado itu bebas pajak.
Jadi ada maupun ngga ada invoice/cantuman value barangnya, akan tetap dikenakan pajak sesuai aturan.

3. Ongkos kirim, sebaiknya minta kepada seller untuk tidak ditulis dalam invoice. Karena yang diliat bea cukai adalah total invoicenya. Jadi klo mau menghindari pajak, ato setidaknya mengurangi beban pajak, ongkir ngga udah ditulis. Karena memang sebenernya ongkir ini ngga termasuk yang kena pajak sih.

4. Perhitungan pajaknya:
Contoh: nilai kiriman $70, kurs (biar gampang) $1 = Rp 10.000

Nilai yg terbebani pajak: $70-$50 (yg bebas pajak) = $20 = Rp 200.000,-

Bea Masuk: 10% x 200.000 = 20.000
(maka nilai kiriman jadi 220.000)

PPN: 10% x 220.000 = 22.000

PPh 21: 7,5% x 220.000 = 16.500

Jadi total pajak yg harus dibayar: 20.000 + 22.000 + 16.500 = 58.500
(kadang sama kantor pos ditambah lagi sekitar 10rb ongkos bungkus ulang, maka tarikan jadi 68.500 =D)

Catatan: prosentase bea masuk, ppn dan pph 21 ini adalah untuk kiriman jenis kosmetik yah...detil untuk jenis barang lain diantaranya bisa diliat di http://ems.posindonesia.co.id/custom.html.

5. Barang seken, terutama seken yg masi ada harganya semisal hape, bakalan dinilai 40% dari harga barunya. BC ngga ada perhitungan bahwa barang tersebut harganya beda disononya, ato bahwa barang tersebut hadiah dari sodara di US misalnya.
Contoh: Hape yg harga barunya Rp. 1.000.000,-, sekennya dinilai 40% = Rp. 400.000. Ngga ada pengaruh semisal si sodara nulis value 100 ato 200rb, bakalan tetep dianggep 400rb =D
(beacukai langganan tabloid PULSA untuk memantau harga hape sodara-sodara =D)
Jadi kalo yg nilai sekennya tetep diatas $50, akan dikenakan perhitungan seperti poin 4.

Ya udinda, yang inget baru segitu dulu =D
Semoga membantu mencerahkan *halah!*

Praktek

Minggu akhirnya kita punya kala untuk praktekin buku resep kue pernah kita review di sini.

Kenapa kita mau repot-repot praktek? Supaya kita punya lebih banyak pengalaman. Selama ini kan kue mengue bukan bidangku, or kita lebih sebagai penggemar kue daripada bikin. Abis, dulu kita pernah coba bikin bolu sederhana, di oven bagus ngembangnya, abis dikeluarin mimpes, jadi deh kita kapok. Tapi, alat-alat kue kayak loyang, mixer, dkk nya kita punya, jadi kenapa nggak coba lagi aja?

Dengan semangat 45 kita Jessie praktek. Deg-degan juga kala nyampur bahannya satu demi satu, takutnya rasanya kurang pas ato nanti gosong seribu kekuatiran laennya. Jessie sih nggak kita kasih tau kekuatiranku ini, nanti dia nggak enjoy lagi. Dia paling demen kala membuat buletan-buletan kuenya, mungkin pikirnya kayak maen malam kali yak? Kalo megang mixer dia seneng, tapi begitu tepungnya masuk semua terus dia keberatan, ha…ha…ha…
Singkat kata, tuh katetong jadi! Wah, senengnya…., ini kali pertama kita bikin kue jadi. Bikinan kali ini bener-bener kita nggak mau beli-beli, termasuk beli timbangan kue, jadi kita pake gelas taker ada di rumah. Jadi semua make bahan ada di rumah, secara bukunya juga bikin resep dengan bahan emang hampir selalu tersedia di rumah. Kita hanya beli vanili bubuk kuas mentega. Kala tadi kita ketemu temen-temen di sekolah kita kasih coba beberapa.

Ada komentar suruh kita kasih sedikit campuran maizena, supaya kala udah kering kuenya nggak keras. Ada juga nyaranin supaya vanilinya jangan ½ sdt, dikit aja, jadi keunya nggak pahit kala tertelan ke kerongkongan. Ada bilang> manisnya udah pas.

Asyik deh, kalo laper pas kerja ada camilan, sambil minum kopi memandang indahnya malam.

Saturday, July 12, 2008

Laste

Dua hari ahir liburan Jessie ini diisi dengan banyak kesibukan. Justru menjelang liburannya abis, baru muncul berbagai ide.


Pertama, dia mau memberi variasi pada baju boneka tangannya. Minta diajarin jahit bis untuk lengan kanannya. Jadilah, abis m malam kita ngeluarin peralatan jahit sederhana. Mulai dari memasukkan jarum, lalu gimana bikin bis nya, terus gimana nempelinnya ke boneka tangan itu. Susah sekali buat Jessie masukin benang ke jarum. Tapi begitu disemangatin diceritain masa kecilku pernah menang lomba masukin benang, langsung deh jiwa kompetitornya muncul, he…he…he… . Tiga kali masih minta bantuan. Kali keempat seterusnya udah jalan sendiri. Abis masang bis, jarum benang nggak mau dilepasin, semua kain perca dijahit-jahit ama dia. Ada di’tulisin’ namanya, ada dibikin hiasan rumput. Pokoknya meja m amburadul, penuh kain perca proyek jahitan Jessie. Kita sama papinya geli sendiri, ngeliat anak kami mendapat mainan baru. Jari-jarinya itu loh, bikin gemes: ramping-ramping lentik. Lebih lucu lagi melihat keseriusannya menjahit.


Kedua, jalan-jalan searian. Abis liat kepastian kelasnya, kami bertiga langsung menuju Amplaz. Wah, kalo ke sini bisa m 3-5 jam deh, saking nyamannya tuh tempat. Mau nonton Kung Fu Panda, saking tuh fil ngedidik banget. Dapet karcis tempat duduknya enak pk 17.30. Jadi kita m siang dulu sambil nge-net. Asyik banget surfing 2 jam koq gratis, alias m saing plus. Abis itu maen ke Timezone, ngeliat buku di Gramedia beli beberapa kebutuhan kue, kita mau praktek bikin katetong ama Jessie. Mudah-mudahan jadi, he…he…he… Ahir baru nonton, ketawa ketiwi, sampe di rumah lagi pk 20.00, dari pk 11.30, bayangin!


Ketiga, mencatat renungannya setiap hari. Nah ini agak mengejutkan aku. Dia emang ngeliat kita saat teduh, tau kalo kita melakukannya rutin, tapi dia dapet ide sendiri nyatet saat teduhnya. Kalo ditanya kenapa membuat catetan, jawabnya, “Soalnya Jessie cepet lupa, jadi mau dicatet udah diajarin.” Kita yah manggut-manggut mendukung, asal nggak cuman keinginan sesaat aja.


Hari-hari ahir sibuk mengasyikkan!

Friday, July 11, 2008

Tukang Bubur dkk

Beberapa hari ini kita suka beli bubur ayam lewat di depan rumah. Kadang-kadang butuh variasi sarapan.

Iseng-iseng kita mikirin, apa ya dipikirkan tukang bubur, tukang roti, tukang sampah or tukang sayur kala ketemu ibu-ibu belon rapi. Mungkin begini kali ya pikirannya:

  1. Asyik, tuh ibu manggil kita lagi, laris deh nih bubur.
  2. Eh tuh ibu manggil lagi. Koq bajunya sama ama kemaren pagi ya? Apa nggak ganti baju kemaren ini? EGP deh, penting bubur laku.
  3. Lhoh, ada pelanggan baru rupanya. Cuma koq ini pake tawar-tawar segala ya, apa dia nggak nyadar kalo harga-harga melambung tinggi?
  4. Kayaknya begini nih kalo liburan. Ibu-ibu pada belon rapi, belum mandi, masih dasteran udah beli-beli. Hm! Agak bau kecut nih, buset dah.

Geli juga sih dengan seliweran pikiran ini. Kalo bener-bener mereka mikir kayak begitu, alangkah uniknya pemandangan tersuguh di hadapan mereka setiap harinya. Mereka bertemu dengan para ibu belon siap ngadepin dunia luar, masih apa adanya. Untung-untung baju rumahnya nggak nerawang, he…he…he….! Mereka bertemu dengan para ibu di lingkungan paling alami, jangan-jangan belon pada sikat gigi juga, penting sarapan or sayur udah kebeli. Mereka bertemu dengan para ibu sedang mempersiapkan diri menampilkan oke kepada dunia luar, kadang-kadang ada rol rambut nemplok di mahkotanya.

Ck, ck, ck, kalo dia punya istri, bisa buat bahan gunjingan di rumah. Kalo dia masih bujangan, bisa-bisa mikir nanti istrinya juga bakalan kayak pelanggan-pelanggan ditemuinya. Akibatnya, dia bisa lebih memaklumi dunia perempuan banyak fasetnya, atawa dia jadi kapok bersiap- siap nyemplung ke dunia para jomblo selamanya.

Monday, July 7, 2008

Gramed Basra

Minggu kami jalan-jalan ke Surabaya, sekalian jemput Khun. Perjalanan Kediri – Surabaya berlangsung lancar. Setengah jam setelah meluncur, Jessie langsung tertidur pulas di senderan emanya. Karena mobil mulus banget jalannya, kita baca novel sepanjang jalan, sesekali ngobrol.

Begitu nyampe Surabaya, kami langsung menuju Gramedia Basuki Rahmat. Janjian ketemu Khun di sana, sekalian mau lihat kayak apa Gramedia Surabaya iklannya gede-gede di Kompas.

Begitu nyampe, sopirnya papa kelewatan pintu masuknya, kayaknya deket tikungan deh. Jadi dia markir mobil di gedung Alianz. Wah, jadi deh papa dorong-dorong mama pake kursi roda ke Gramedia. Udah jalan jauh-jauh, eh tuh pintu masuk ketoko susah bener dicarinya. Dari depan toko itu seolah ketutup dinding-dinding miring. Pintu masuknya ada di sebalik dinding-dinding itu. Kalo liat arsitekturnya sih kayaknya tuh dinding buat ngalangin sinar mentari, tapi kesannya jadi sumpek menyusahkan pengunjung.

Udah gitu, tokonya di lantai 2! Lantai 1 untuk tempat expo alias pameran. Celakanya, eskalatornya ukuran 1 orang. Jadi mama turun dari kursi roda, terus kita pegangin dari belakang. Sambil kita aba-abain, dia menapakkan kakinya di escalator. Wah, bener-bener nyusahin deh eskalatornya. Kayaknya bikin belon sampe deh mikirin kalo gedungnya nanti dikunjungin juga ama lansia or handicapped people.

Sampe di atas, Jessie kebelet pu. Cari-cari kamar mandi, ketemu juga. Cuman….. kamar mandinya bau flushnya payah. Jadi susah juga. Kita harus 4x flush baru beres.

Kalo fisiknya payah gitu, isinya lumayan. Banyak buku nggak ada di Gramed Yogya. Jadi terobati deh kekecewaanku. Model raknya juga oke, terus display buku-buku baru di meja- meja panjang juga lebih menguntungkan buat pengunjung. Tapi, kenap display neja panjang cuman untuk satu judul aja? Bagusan kayak di Gramed Sudirman or Gramed Mal Malioboro, display buku barunya sekaligus beberapa judul buku. Bagian alat tulisnya juga enak, luas pepak/ lengkap.

Satu bagus tuh, ada kantin di dalam toko buku. Jadi, andaikata pegel nih nungguin anak milih buku, kita bisa nongkrong di kantin setengah kafe itu.

Abis dari Gramedia, kita langsung ke The Duck King di Tunjungan Plaza. Wah, sip. M enak nih. Tapi lebih penting itu Jessie ketemuan ama sepupu-sepupunya. Kata iparku, begitu denger mau ketemu jie jie Jessie, makannya langsung cepet banget. Akhirnya mereka bermain bertiga di Timezone. Lucunya, sejak pulang dari Yogya liburan kemaren, Wenwen nggak mau lagi manggil mamanya “Mama”, “Kan kayak jie jie Jessie, jadi kita manggil mami aja ke mama.” Nah lho…

Pulangnya mau mampir di Ace, cari headlamp, tapi Ace di gedung Srijaya tutup. Ya udah, kita langsung meluncur ke Kediri. Sampe di Mojokerto m di Depot Anda. Ayam gorengnya mana tahaannnn…, sambelnya mantep banget. Walopun berkeringat kepedesan, tetep aja lahap. Kapok lombok, kata orang.

Abis m langsung deh meluncur balik ke Kediri.

Saturday, July 5, 2008

Ujian Menyetir

Kunjungan ke tiga hari Sabtu, 28 Juni, ke Purwodadi Grobogan. Mestinya rekan pria kami lain nyetir, karena kabarnya medannya berat. Berhubung tugas pendampingannya di Yogya nggak bisa ditukar, batallah ia bersama kami pembimbingan mahasiswa.

Sebenernya sih gojag-gajeg mau berangkat, abis kita samsek nggak tau medannya. Langsung kita minta ancer-ancer jalannya. Kita telepon bengkel untuk ngecek karimun, karena feelingku koq jalanan kali ini bakalan jauh. Bayangin kalo dua ibu dua anak kecil sampe mengalami hambatan di tengah jalan, kan gazwat?

Betul aja, paginya kala siap-siap ngeluarin karimun, eh dia mogok! Nggak mau distart, bunyinya ngek…ngek…ngek! Ini sih pertanda akinya abis. Akhirnya kita memberanikan diri minjem mobilnya misua. Lha, semua udah pada nunggu di sana. Akhirnya setelah suami-suami olahraga buat ngedorong karimun, kami berangkat pk 06.30. Jalanan sampe ke Klaten lancar sekali. Pk 07.10 kami nyampe di rumah rekan pendeta kami, ambil oleh-oleh langsung tancap ke Purwodadi. Kala sampe di simpang lima ada rel keretanya, sempet bingung mau menempuh jalan mana. Abis ditunjukin sama bapak punya warung di pengkolan, kami langsung ambil jalan langsung menuju Purwodadi.

Mula-mula jalanan mulus, hanya padat dengan bus besar-besar. Lama-lama mulai mengerikan karena perbaikan jalan di mana-mana, nunggunya lama karena harus antri. Tapi, memang rencana Tuhan itu selalu membawa kebaikan. Jika kami memakai karimun, bisa-bisa go dombret orang nggak nyetir. Jalanan patah lubang di jalanan nggak terlihat jelas. Tau-tau mobil bisa kejeblos begitu aja di lubang jalan, ternyata udah ada potongan betonnya. Kedengeran bunyi keras di bawah mobil. Untung nggak kena mesin picanto. Kedatangan kami terlambat satu jam setengah dari jadwal, karena medan jalan begitu berat. Dengan kemampuan stirku, pertolongan Tuhan sungguh terasa.

Pulangnya sih mulus. Atas petunjuk tuan rumah, kami lewat jalan di Kedung Ombo G. Kemukus. Naik turun juga sih, hanya nggak berlobang-lobang. Mulanya anak-anak kecewa karena nggak lewat jalan berlobang-lobang tadi, karena menurut mereka itu bagaikan naik arung jeram. Akhirnya anak-anak malah seneng karena mobil seolah maen sliding, syuut….syuut…, sip deh pokoknya.

Mahasiswa kami kunjungi ternyata punya sikap positif dalam menerima keterbatasannya. Kami mendorongnya agar memberi perhatian lebih pada daerah pedesaan, karena kondisi daerah lumayan jauh berat, walaupun cabang tetapi seperti megelola tiga gereja.

Jika sudah begini, walaupun ba lelah bahkan pinggang gempor, tapi hati senang melihat mahasiswa enjoy di lapangan.

Baru deh ngerasain gimana jadi DPL, ‘dosen’ pembimbing lapangan. Kalo orangnya demen jalan-jalan sih ayo aja, tapi kalo orangnya biasa di belakang meja, bisa tekapok-kapok. Untung juga kita punya anak juga doyan jalan-jalan eksplor daerah baru. Kalo iseng-iseng ditanyain mau nggak ke Purwodadi Grobogan lagi, dengan mantap Jessie mengangguk-angguk sambil berujar, “Kita naek arung jeram lagi apa maen sliding, Mom?”

Sempor.... Semper

Kunjungan berikutnya ke dua kota sekaligus, karena satu jalan. Kamis pagi kami berangkat. Kali ini kami didampingi rekan pria, bertugas menyetir ke sana sekaligus pembimbingan lebih sip karena rekan kami ini pendeta. Mungkin kalo orang dikunjungi pendeta kan seneng banget, apalagi kalo sampe dikunjungi di tempat praktik lapangan.

Perjalanan ke Purworejo sih oke cepat, karena dekat, sekitar 60 km dari Yogya. Di tengah-tengah nyetir, pendetkita nanya gini, “Kalo kamu sampe nyetir sendiri ke sini, emangnya tau jalanan ini?” Kita kaget juga dites mendadak, untung udah ada jawabannya, “Tau Pak, kan dulu KKN di daerah Prembun, 2 bulan.” Pendetkita manggut-manggut. Mana berani kalo belon pernah nyisir daerah langsung nyetir. Kan nggak cuman sendiri, pake buntut buntutnya temenku juga lagi. Tapi sempet kepikir juga sih, kalo pendetkita nggak ikut, mestinya dilakoni juga, soalnya udah janji dengan pendeta di jemaat penerima mahasiswa.

Kunjungan kali ini juga meleg karena mahasiswa kami dinilai selalu on time sehingga dapat menghadiri berbagai kegiatan dengan efektif. Perjalanan Purworejo – Purwareja Klampok luar biasa. Naik turun melewati bukit lembah. Jalanan memang nggak enak, tapi menghemat kala satu jam, dibanding jika kami mengambil jalan memutar. Anak-anak tidur sepanjang jalan. Sampai di Purwareja Klampok sekitar pk 12.00. Setelah melakukan pembimbingan, kami bertolak kembali ke Yogyakarta pk 14.00. Anak-anak belum tidur, jadi mereka agak kaget melihat medan perjalanannya. Jessie bahkan sedikit mual. Untung ada pemandangan waduk, jadi agak terhibur sedikit.

Tuh waduk gedhe banget. Namanya Waduk Sempor. Kala bikinnya dulu kali nenggelemin berapa puluh desa kali ya. Ternyata waduk ini selalu dihafalin sama anaknya rekanku, sampe dia berujar begini, “Wah, dihafal-hafalin anakku ada di depan mata. Ternyata emang ada ya dihafalin itu.” Kita semua jadi tau sekarang kalo begitu banyak hal dihafal di buku pelajaran belon pernah diliat sampe setua ini. Nah, tuh waduk letaknya kan terpencil banget. Adanya aja di jalan alternatif Purworejo – Purworeja Klampok. Terus dibatesin dinding tebing juga dibuat jalan alternatif itu. Gimana bisa nunjukin ke anak-anak kalo letaknya begitu nylempit? Padahal nih waduk dijadikan PLTA!

Kala anak-anak mulai tenang, ketika melihat Waduk Sempor kita teringat ucapan sering diulang-ulang oleh salah satu pendeta: semper reformanda, artinya gereja diperbarui. Tiba-tiba aja tuh kata mampir di otak. Mungkin kan begituan lewat-lewat aja. Tau iya, tapi inget sih nggak. Kali ini jadi inget, he…he…he…

Kalo nggak lewat jalan alternatif itu, kali nyampe di Yogya bisa jam 10 malem. Berhubung nyetir jagoan ada jalan alternative itu, kita nyampe lagi di Yogya pk 19.00. Fuih……, jauh banget perjalanan kali ini.

Turun Lapangan

Keputusan untuk turun lapangan diambil mendadak. Boleh dikata insight, karena selama ini hanya berhubungan dengan surat jika meminta tempat praktik untuk mahasiswa. Di zaman serba ngelektronik ini, sentuhan kekerabatan kami rasa tetap perlu. Alasan kedua sebenarnya adalah untuk melihat sejauh mana mahasiswa berinteraksi dengan baik di masyarakat, bukan hanya dengan komunitas gereja tetapi juga dengan masyarakat sekeliling. ahir itu penting adalah sebagai sarana supaya jika ada kekurangan, mahasiswa bisa memperbaiki jika sudah baik isa terus ditingkatkan sampai masa praktik berakhir. Itu sebabnya kami memilih kala di tengah-tengah masa praktik, kebetulan juga bersamaan dengan liburan sekolah. Biasaa.., ibu-ibu turun ke lapangan mau nggak mau musti ajak buntut. Agak merepotkan sih tapi seru rasanya.

Pertama kali kami masuk Kartasura, berangkat pk 15.00 dari Yogya. Perjalanan Yogya – Kartasura lancar, karena itu tengah-tengah hari. Anak-anak tadinya masih malu-malu akhirnya bisa lancar bercanda ria di perjalanan. Untung saja rekanku punya suami kasih tau di mana tepatnya letak GKI Kartasura. Bayanganku sih di dekat terminalnya, nggak taunya di jalan sebelum bunderan Kartasura. Kalo tuh jalan diterus-terusin akhirnya sampe di GKI Kabangan. Oalah, it’s really a small world.

Begitu sampe gerejanya sepi. Hanya mahasiswa kami menunggu. Lalu langsung menuju pastori. Ternyata ada kebaktian di sana, sekaligus ultah pdtnya. Jadilah kami disuguhi nasi kuning sambil pembimbingan. Kalo begini caranya, bisa nambah nih berat badanku seminggu ini, ha…ha…ha….

Perjalanan pulang berlangsung lancar juga. Anak-anak tidur di belakang si mumun membawa kami kembali ke haribaan Ngayogyakarta Hadiningrat dengan selamat. Hasil kunjungan juga meleg karena mahasiswa kami ternyata bisa membawa diri dengan baik di tengah jemaat, sehingga dia bisa diterima oleh segenap anggota jemaat.

Search This Blog