Thursday, July 30, 2009

Heboh Pagi

Seharian sangat melelahkan. Secara fisik lelah, tapi benak juga lelah karena mikirin cari nama, Gara-gara itu diskusi intensif dengan adik iparku sampe lewat tengah malam, pagi ini kita kesiangan. Kalo Jessie nggak bangunin, mungkin kita bisa tidur sampe siang, kali.

Bangun-bangun udah pk. 05.20, padahal mungkin kita bangun paling laat pk. 05.00. Cepet-cepet kita siapin bagelen buat sarapan Jessie, masak air panas. Selintas kita denger Jessie belajar Mandarin. Dalam hati kita khawatir, "Piye, belajar cuma 20 menit, apa nyantol?" Tapi kita diem aja, karena kalo kita tanya nanti dia tambah panik. Lalu kita bantuin dia nyusun buku pelajaran hari ini, alat tulisnya. Lalu tanya-tanyaan Mandarin sama dia, mana pelafalanku kan nggak good, jadi susah juga. Akhirnya kami selesai pk 06.25. Cepet-cepet mandi, berpakaian, berangkat deh. Puji Tuhan, misukita bisa dapetin rumah dekat sekolah, jadi 15 menit paling lama, udah nyampe sekolah. Sesampainya di sekolah, belum banyak mobil parkir, berarti banyak juga kesiangan, kirain cuma sendiri...

Pulang nganter, kita beli sarapan di Bu Joyo. Pulangnya dari situ rada ribet. Udah ada kali dua bulanan ini di Jl. Magelang itu lajur kiri buat motor. Berarti kita kan harus masuk jalur kanan, karena warung Bu Joyo di kiri jalan. Nungguin laju motor sepi itu lama, karena banyak orang menuju kota di pagi hari. Udah bisa masuk, problem muncul lagi kala mau masuk ke gang rumahku juga di kiri jalan, karena nggak jauh sebelum gang ku itu ada polantas berdiri di atas podium kecil untuk mengarahkan agar motor berada di jalur kiri. Akhirnya kita nyalain sign agak jauh dari depan sambil melanin laju mobil. Pelaaaan...banget, sampe motor di belakangku masih agak jauh, barulah kita belokin si Mumun ke gang.

Bener-bener heboh pagi ini. Bangun kesiangan sih, ha...ha...ha...

Monday, July 13, 2009

Phon Buku Tulis Baru

Hari Minggu kita mengajak Jessie menyiapkan buku-buku tulisnya untuk kelas 4. Namanya menyiapkan berarti mengeluarkan buku tulis kelas 3 membersihkan rak meja tulisnya.

Sebelum ini Jessie memang sudah beli beberapa buku tulis, tapi bukan paketan, karena khawatir kertas isinya nggak sebagus sampulnya. Tahun lalu dia beli satu paket, ternyata depannya doang bagus, isinya tipis mudah robek. Jadi, ceritanya dia nggak mau mengulangi kesalahan tahun lalu.

Masalahnya, setelah buku tulis kelas 3 dikeluarkan, ada beberapa buku baru terpakai sedikit, nggak sampe setengahnya malah. Jadi, kita minta Jessie memakai buku lama itu menyampulnya ulang supaya menyenangkan dilihatnya. "Masak sih Mom, kita nggak boleh pake buku baru? Ini kan sampulnya udah robek?" Jessie mulai mengajuk. Kita liat sampul buku tulis itu memang sudah robek. Kita nggak bilang ya, juga nggak bilang tidak. Kita diam saja sambil menyiapkan buku tulis baru untuk mata pelajaran lainnya. Begitu udah mau selesai, kami kembali diperhadapkan dengan buku peer bahasa Indonesia bahasa Jawa masih banyak itu tadi. Entah ada angin apa, bisa-bisanya kita berujar begini, "Jess, pake ya buku lama ini? Sa deh kalo nggak dipake lagi, kan masih banyak lembarannya? Kita cari sampul bagus yuk di kamar kerja? Lagian, kalo kertas-kertas ini nggak dipake, sa kan pohon-pohon ditebang untuk membuatnya dulu?" Lalu dia berpikir cukup lama, akhirnya nurut.

Kita tercenung-cenung. Masak sih anakku harus selalu diberi pengertian agak jauh ke depan? Koq dia nggak mau ya terima penjelasan sederhana, sesuai dunia kanak-kanaknya? Ndilalah, kita juga kadang-kadang nggak bisa berpikir seperti dunia anak-anak, kali kebany dicekokin slogan 'go green.'

Jadi, ada hubungannya tuh antara pohon buku tulis. Jawabannya A, ha...ha...ha...

Friday, July 10, 2009

Melewati Kelam Malam

Ada perbedaan cukup signifikan dalam diriku. Ini sangat terasa ketika memasuki usia 40 tahun, kita banyak berjumpa dengan kedukaan. pertama adalah kepergian suaminya kongsi usahaku, hampir dua tahun lalu. Mungkin kita lega lilo jika melayat, kali itu kebingungan kesedihan melandkita karena kepergian almarhum sangat mendadak. Sejak itu kita gamang jika menginjakkan kaki di rumah kedukaan. Tapi, kehidupan kan harus berjalan terus, kita nggak bisa kan memanj diri dengan terus berkubang di momen-momen traumatis, maka kita memulihkan diri cukup cepat.

Dalam proses pemulihan itu kita memelajari kenapa orang merasa takut menghadapi kematian. Nggak usah kematian, tapi kondisi pingsan or mulai tak sadarkan diri pun kadang-kadang menjadi sangat menakutkan. Mungkin kehilangan kontrol diri kegamangan apa ada di hadapannya, membuat ketakutan itu makin menjadi-jadi. Apalagi jika tak seorang pun di sana mendampingi saat-saat maut itu menjelang. Mungkinkah ini diras oleh sahabatku almarhumah, Martha?

Malam juga menjadi malam panjang menakutkan bagiku saat sms telepon dari adik iparku masuk, "Ya...Mama gimana, kasihan banget. Nggak bisa minum obat, minum teh aja netes-netes, susah banget nelennya. Kala Aiai mau dipamitin ke omanya, ranjang Mama udah basah. Mama ngompol nggak berasa, Ya. Gimana nih, kasihan banget? Kita semua khawatir di sini." Dia cerita sambil nangis-nangis, soalnya sebelum dibawa ke rumah sakit kondisi Mama emang lemes karena muntah-muntah terus, tapi masih bisa jalan sendiri, masih aware terhadap kondisi dirinya. Setelah satu hari di rumah sakit koq malah drop. Nah itu..., mulailah ketakutan memompkita deras. Mana malam kita hanya berdua dengan Jessie, karena suami dinas luar kota. Akhirnya dengan tak berdaya kita menghampiri hadirat Ilahi bersama Jessie. Kami berdoa sambil menangis karena tak berdaya jauh dari Mama sedang sakit. Setelah itu kita mengirim sms ke pendeta-pendetkita untuk minta dukungan doa. Nggak lama kemudian Papa telepon, ngabarin kalo dia lagi siap-siap menuju Jakarta dari Purwakarta, dijemput sopirnya adikku. Kita memutuskan ke Jakarta Sabtu ini jika sampai ada apa-apa, setelah rundingan dengan suami. HP ku juga nyala terus sepanjang malam. Kita mungkin tahan dingin, malam kedinginan sampai ke ujung-ujung jari kaki. Kira-kira pk 00.40 kita terbangun karena mendadak batuk hebat. Akhirnya kita bangun, minum obat batuk neuralgin, pakai kaos kaki mematikan HP. Kita terbangun pk 04.30 dengan ba remuk tanda tanya besar menggelayut dalam hatiku.

Jika kita telusuri lagi, malam betul-betul panjang kelam, harapan melihat sinar mentari terasa jauuuh lamaaa banget. Saat pagi menjelang, kita sms adik iparku lagi puji Tuhan, kondisi Mama membaik. Sudah sadar sudah bisa nanyain berita cucunya paling kecil. Kita betul-betul lega, Mama dalam perawatan tangan-tangan trampil. Cepat pulih ya Mom, kan kita mau ngerayain ultah Khun, Didi, Papa Andre bareng-bareng...

Saturday, July 4, 2009

Happy Trip

Pk 03.30 kita membangunkan Jessie Kezia (anaknya temanku temannya Jessie menginap di sini) untuk sarapan sereal, lalu membersihkan diri. Kita pun melakukan hal sama.

Pk. 04.45 kami start menjemput temanku Betty bersama-sama kita mengunjungi mahasiswa sedang praktik kerja di Wonosobo Banjarnegara. Ini perjalanan baru samsek ke kedua kota ini. Karena itu kami berangkat pagi-pagi, supaya pulangnya nggak kemaleman di jalan.

Jalan pagi-pagi saat matahari belum terlihat ternyata sangat menyegarkan. Kita sempat khawatir nggak kuat jalan, soalnya baru bae dari flu berat. Yogya-Temanggung berjalan lancar. Temanggung Par jalanan banyak berlubang lubangnya dalem-dalem. Jadilah kita memelankan si Konde, biar nggak terbanting-banting. Parakan- Wonosobo ibarat perjalanan membelah gunung. Di kiri kanan jalan terlihat gunung Sumbing Sindoro. Pemandangan betul-betul indah. Terasering di mana-mana, rumah-rumah pedesaan tersebar kami melihat pepohonan teh tembakau.

Alhasil Wonosobo dapat dicapai dalam kala 2,5 jam. Kotanya sangat menyenangkan. Serasa Bandung di awal tahun 1982, saat kita baru pindah dari Jakarta. Airnya pun dingin segar. Kalo nggak inget ini adalah kunjungan kerja, pasti kita langsung nyebur deh ke kolam renang, ha...ha...ha...! Oleh tuan rumah kami diajak m soto ayam. Hmm....yummy, pagi-pagi m anget-anget.

Setelah berbincang-bincang, kami melanjutkan perjalanan ke Banjarnegara. Ini juga gampang banget jalannya, hanya perlu berhati-hati di tikungan-tikungan berbahaya aja. Asal jalannya nggak ugal-ugalan mematuhi tanda garis di aspal, pasti selamat. Tiba di Banjarnegara kurang dari satu jam. Di sini ngobrolnya agak lama soalnya disambi m ayam goreng presto Bandung muantaap. Apalagi, baksonya juga oke punya, legit rasanya enak.

Kami kembali ke Yogya sekitar pk 15.00. Jessie minta berhenti mau memotret sawah terasering. Terus anak-anak pipis dulu di pom bensin. Begitu selesai memotret terasering, hujan mulai turun. Gak lama setelah hujan turun, begitu mau masuk Wonosobo, panas mentari mulai muncul. Tapi begitu menuju Parakan, kabut turun. Seru banget deh jalan kayak begini. Ini juga karena pake si Konde. Kalo pake si Mumun, mmm....mejen! Ada tanj tinggi di daerah Parakan, sampai kita harus pindahkan gigi ke 2, supaya si Konde oke. Tadinya mau kita tekan tombol turbonya, tapi nggak jadi ah, nanti dia melesat lagi, padahal di depan ada truk-truk terpaksa merayap.

Lepas Parakan, masuk Temanggung. Dari situ lancar deh baliknya ke Yogya. nggak ngira, kami terlalu cepat belok kiri menuju rumah Betty. Jadi nyasar, jauuuuh sekali. Mana cuma sendiri di jalan itu, guelaaap sekali. Anak-anak tadinya masih sempet bergurau di belakang. Tau-tau mereka sadar kalo kami tersesat. Udah pada mulai ketakutan, tapi kita Betty tenang-tenang aja. Tau-tau lewat dua motor dengan polisi berpasangan di atasnya. Kita lupa tuh sandi morse s o s, he...he...he..., jadi lewatlah polisi-polisi itu. Ya udah, pake ilmu pas pramuka aja. Akhirnya kami menemukan jalan besar. Nggak taunya itu nembus di Jl. Palagan atas deket rejodani, jauh banget yak! Ha....ha....ha....

Sesampainya di rumah anak-anak mandi air hangat terus nganterin misua deh ke stasiun, dia ada tugas kantor ke Jakarta. Hmm... a thriller at the end of my nice trip.

Search This Blog