Monday, June 27, 2011

Sate Klathak

Pertama kali kita diperkenalkan dengan sate jenis ini oleh temannya temanku, lebaran tahun lalu. Kala itu kami pergi siang-siang perjalanan terasa amat jauh. Karena yakin mappingku, kita tak bertanya-tanya ke arah mana, kita ingat adalah ringroad parangtritis belok kiri lalu perempatan belok kanan. Perjalanan pertama ke sana akhirnya pake nyasar-nyasar.

Setelah itu kita menghafalkan landmarknya. Jika dari arah kota Yogya, ambil rute menuju Parangtritis, yaitu Jl. Parangtritis. Begitu sampai di perempatan ringroad, belok kiri ke arah Imogiri. Perempatan lagi, belok kanan. Nah, ini jalan desa, agak jauh baru ada perempatan lagi. Papan petunjuk nya: ke kanan itu ke Rumah Budaya Tembi, ke kiri itu ke Pleret. Ambil jalan menuju Pleret. Di kiri kanan itu sawah, jalan terus sampai di kanan jalan ada gedung olahraga. Maju lagi, kira-kira 100 meteran, di kiri jalan itulah sate klathak Pak Pong.

Istimewanya, warung sate ini menghadap sawah hijau nan luas membentang. Jadi serasa berada di manaaa gitu. Lalu, karena nir suara televisi or tape, terdengarlah suara sepeda dikayuh di kejauhan, saat seorang bapak melintas di teritisan sawah dengan sepedanya. Nuansa itu membuat kami sekeluarga sering menghabiskan minggu siang di sini.

Sate klathak itu tusuk satenya adalah jeruji sepeda, disajikan apa adanya.
Konon bumbunya hanya bawang merah garam, jadi rasa satenya ini gurih polosan, soalnya tak ada bumbu lainnya warnanya gak coklat bakaran. Mungkin karena tusuk satenya itu jeruji sepeda, jadi panas masuk ke dagingnya merata. Dagingnya jadi empuk sekian persen prengus kambingnya juga hilang. Jika pesan harus dikat bahwa maunya sate klathak. Soalnya, jika bilang sate kambing aja, ya dibuatkan sate biasa dengan tusuk sate bambu itu. Kami pernah kecele suatu siang kala bilang sate kambing, datang bukan sate klathak. Terpaksa disantap, tapi dagingnya tak seenak jika diklathak. Seporsi sate klathak itu Rp 10.000.

Ciri khas lainnya itu teh hangatnya. Mantap, karena disajikan bersama dengan poci teh kaleng zadul, loreng-loreng hijau itu. Mungkin nasgitel, disajikan bersama dengan gula batu.

Lalu, malam, kami berdua mencoba sate klathak malam hari. Dari Pak Pong maju lagi, ada perempatan belok kanan. Persis di gang sebelah pasar ada papan petunjuk kecil: Sate klathak Pak Bari. Dia berjualan di dalam pasar. Bayangan kami dari rumah, pasarnya seheboh pasar Biru Maru di Donggala sana. Ternyata pasarnya bersih modern, udah dikeramik semua. Jadi, m lesehan gitu terasa nyaman. Jika di sini nasi putihnya diberi kuah gule. Tehnya juga sama enaknya. Kami m 2 porsi sate klathak, 2 nasi putih 2 gelas teh habisnya Rp 16.000. Asyik kan?

Jadi, sate klathak siang, sate klathak malam, sama enaknya!

Wednesday, June 22, 2011

UM

Hari ini adalah sejarah buat Jessie. Untuk pertama kalinya dia berangkat ke Jakarta sendirian, menggun fasilitas unaccompanied minor.

Udah dari kelas 3 kita motivasi dia untuk mencoba UM, tapi kala itu belum muncul keberaniannya. Baru awal-awal tahun ini tiba-tiba muncul keinginan itu. Jadi, kala kapan itu ke Jakarta bareng-bareng, kita perlihatkan bagaimana harus check in, bagaimana mengukur barang-barang dimasukkan ke bagasi, bagaimana bayar airport tax dll.

Tadi, kita diminta mengisi beberapa keterangan di counter check ini Garuda, bandara Adi Sucipto. harus kita beritahu itu siapa penjemputnya, nomor telepon penjemputnya. Supaya memudahkan ground staff Garuda di Jakarta nanti, kita buatkan foto adikku menjemput Jessie dikalungkan di lehernya Jessie. Bagus juga dibuatkan begitu, karena boarding pass Garuda sekarang kecil sekali.

Satu langkah lagi dia di dalam kemandiriannya. Kita bapaknya langsung mellow begitu Jess berangkat. Pulang ke rumah pun rasanya sepi sekali. Rumah kami semarak jika ada Jessie ceria banyak ide. Mungkin ini kami ras kelak, jika Jess kuliah di lura kota or menikah. Time is really really flies. Rasanya baru melihat dia terlahir dengan selamat, hari ini sudah bisa terbang sendiri ke Jakarta.

Friday, June 10, 2011

Perlindungan atau Asuransi

Sebulan yang lalu saya diinvite seorang teman untuk masuk FB Group komunitas saat kuliah. Senang rasanya bertemu lagi dengan teman-teman lama (walau tidak bertatap muka). Yang muncul dalam group itu adalah kenangan-kenangan baik yang indah maupun yang buruk saat kami masih berkumpul.


Setelah beberapa minggu muncul berita duka dari beberapa member komunitas terkait keluarganya. Ada tiga berita duka dalam seminggu. Kabar yang pertama yaitu meninggalnya seorang teman karena sakit jantung, beliau meninggal di rumah sakit dengan biaya perawatan yang cukup besar. Persoalan lainnya adalah karena beliau singgle  parent dengan dua orang anak yang masih kecil, tentunya dua anak ini perlu biaya pendidikan. Berita duka yang kedua adalah meninggalnya anak seorang teman akibat sakit, dan biaya perawatannya yang terasa berat untuk ukuran perekonomian orang tuanya. Berita duka yang ketiga adalah meninggalnya suami seorang teman dan lagi-lagi meninggalkan hutang pada rumah sakit.

Tiga peristiwa tersebut membuat saya berpikir ternyata perlindungan (asuransi) kesehatan sangat diperlukan. Dengan perlindungan yang tepat tentunya akan menghindarkan kita dari peristiwa-peristiwa di atas. Memang benar tidak semua penyakit bisa ditanggung oleh perusahaan asuransi, itu yang perlu kita pelajari dengan seksama pada saat polis asuransi. Tapi setidaknya biaya rumah sakit yang sekarang ini dirasa sangat mahal dapat ditutup dari asuransi (untuk kasus radang tenggorokan saja menghabiskan 500 ribu jika berobat di rumah sakit di jakarta). Sayangnya di negeri ini kesadaran orang untuk berasuransi masih rendah. Saya bersyukur karena untuk urusan kesehatan sudah dicover oleh tempat saya dan suami bekerja.


Selain perlindungan kesehatan, perlindungan atas jiwa pencari nafkah juga menjadi penting. Perlindungan jiwa ini berguna jika pencari nafkah meninggal maka kehidupan perekonomian keluarga yang ditinggalkan tidak terganggu, termasuk pendidikan anak-anak. Naah...ini masih menjadi PR untuk saya, masih mencari yang klop.

Search This Blog