Saturday, July 28, 2012

Mendadak Liburan

Menjelang akhir tahun gini malah banyak acara jalan-jalan. Dasarnya kita emang suka banget jalan-jalan mengeksplorasi suatu kota, jadi hayu aja. Tapi jalan-jalan kali ini bener-bener tak terduga.

Awal November nanti kawan-kawan eks SMA Trinitas Bandung ngadain reuni perak. Mulanya kita sih agak-agak nolak ikut begini-beginian deh. Dari berbagai pengalaman, reuni tuh nggak bagus juga efeknya, walau nggak sedikit juga makin memperluas wawasan. Well, pada dasarnya kita orang kekinian deh, bukan seneng mengingat-ingat masa lalu, sebagus apa pun masa lalu, apalagi jelek-jelek. Book has been closed, ha...ha...ha..., there is a new book to write.

Cuman....temen-temen di Bandung nih luar biasa! Tiap hari kita dikilik-kilik supaya ikutan reuni. BUkan cuma satu lagii..., gantian deh. Belon juga final keputusan ikut apa nggak, tau-tau di sms pesenan bakpia segudang, jadi makin condong buat ikutan reuni. Emang bageur-bageur pisan...ha...ha...ha...

Nah, susah tuh koordinasi ama misua. Dia sih suami sangat mandiri nggak manjaan orangnya, tapi kita aja nggak enak ninggalin dia sendirian di rumah. Selain itu, kadang-kadang ada rakor di Jakarta. Lagi mikir-mikir begitu, suatu sore dia pulang dengan pemberitahuan bahwa ada rapat di Jakarta 5 November. Lalu malam itu kami bertiga diskusi, sampa ada aha! Kenapa juga misua pulang ke Yogya tanggal 6 lalu tanggal 7 kami berdua berangkat ke Bandung? Kan en abis rapat di Jakarta dia langsung ke Bandung, kami berangkat dari Yogya menuju Bandung, ketemuan di sana deh. Senin pagi pulang sama-sama ke Yogya. Berarti misua cuti sehari di hari Senin. Kita ngijinin Jessie 2 hari, Sabtu Senin. It is a really good idea! Lalu terpikir, tidur aja di kereta Jumat malamnya, jadi Sabtu pagi udah nyampe Bandung. Horeee..., sekalian Jessie bisa naik kuda di Ganesha, dia seneng banget berkuda di sana.

Setelah itu kita ngajak Mama Papa ke Bandung juga, jadi bisa ketemuan. Soalnya sejak pindah ke Purwakarta jadi susah ketemuannya. Ketepatan bener Papa nggak dines tanggal 7 Nov, jadi kami satu hotel di Bandung. Bener-bener deh mendadak liburannya, asyik...., moga-moga lancar sampai selesai.

Wednesday, July 25, 2012

Gregetan

Jika kita perhatikan akhir-akhir ini, banyak sekali komen or opini soal kasus melanda negara tercinta. Sah-sah aja sih orang berkomentar, namanya juga negara merdeka, merdeka dalam berbicara merdeka dalam berpendapat.

Karena banyak pendapat beredar dari segala penjuru mata angin, mau tak mau kan ikut berpikir, merenungkan lalu menanggapi. Bahkan jika bisa mengajukan usul pemecahan masalah, kayak di sana masih ijo aja soal problem solving. Terus terang, kita pun terpancing untuk punya opini walaupun terbatas untuk hatiku sendiri.

Buntut-buntutnya kita jadi bertanya-tanya, apakah ini euforia berpendapat, sampai lupa dengan tugas utamanya sehari-hari. Or berpendapat untuk menutupi borok sendiri? Kan gampang tuh berujar ini itu, padahal dirinya juga melakukan hal sama, cuma dalam skala lebih kecil or skala tak terlihat media massa bahkan tak diketahui tetangganya.

Kalo udah gini kita hanya khawatir pepatah gajah di pelupuk mata tak terlihat tetapi kuman di seberang laut nampak jelas semakin marak terjadi. Kiranya Tuhan Mahakuasa memampukan kita untuk tidak terseret mengejawantahkan pepatah itu dengan senang hati di dalam hidupku.

Tuesday, July 24, 2012

Gamang

Di sebuah komunitas kita ikuti, ada seorang ibu dengan dua orang anaknya. Pertama kali kita melihatnya, langsung timbul pertanyaan dalam hati tentang pekerjaannya. Kita cuma mau tahu aja, karena jarang ada ibu seperti ini. Anak-anaknya pun punya cara unik kala memperhatikan orang lain. Kita belum berhasil mendekatinya, karena ia selalu duduk agak menjauh dari kami setiap kali kami berkumpul.

Suatu kali muncul sas-sus jika ibu itu pernah dijumpai di perempatan sedang mengamen dengan anak-anaknya. Seperti biasa, kita cuek dengan sas-sus itu, karena bagiku itu bukan urusanku. Jika mau ya ditolong, kalo nggak ya nggak usah diributin or digosipin, buang-buang kala nggak ada faedahnya.

sore, setelah pulang rapat kita berhenti di perempatan Pingit. Lagi asyik-asyiknya mikir, di sebelah kananku melintas seorang ibu sedang begging dengan anak di gendongannya. Set!! Kayaknya kita koq nggak asing dengan wajah ini, lalu kita perhatikan lagi. Wjah sebagian etrtutup topi itu ternyata ibu-ibu sering mengundang tanya di hatiku.

Saat itulah muncul kegamangan dalam diriku. Gimana ya jika dia menghampiri jendela mobilku? Jika kita memperlihatkan bahwa kita mengenalnya, dia malu apa nggak ya? Padahal jelas-jelas dia menutupi mukanya dengan topi agar tak dikenali. Jika kita nyuekin dia, dia tersinggung nggak ya? Eee...h bener, dia menghampiri jendelaku. Dengan cepat kita memutuskan untuk menatap ke depan sambil menunjukkan penol dengan tanganku. Kala kita melakukan itu, kita hanya tidak ingin dia malu lalu nggak muncul lagi di komunitas kami.

Sampai lampu hijau kita sudah di rumah, kita masih terus memikirkan ibu itu. What should I do actually? Kita jadi pengen mendekatinya di kala pertemuan kami nanti. Mungkin kita bisa memulai dengan pertanyaan, "Kayaknya saya ketemu ibu Sabtu lalu di Pingit?" Emang kalo gini cara bertanya model Yogya paling cucok, muterlah dulu sampai ke Solo baru balik lagi dengan pertanyaan semakin fokus. Intinya kita pengen menjenguk ke jendela hidupnya, kan gimana-gimana juga kami rutin bertemu. Pastilah ada alasan mengapa sampai ia menjadi seperti itu. Hanya, jika sas-sus itu benar adanya, mungkin sebaiknya ada tindak lanjutnya. kalau-jika ada sesuatu bisa kita bantu untuknya.

Dunia memang sedang bersusah...

Friday, July 20, 2012

Icip-icip Mas Londo

Mungkin Yogya terlihat sebagai target pesir kuliner menjanjikan. Nggak heran, banyak resto muncul di sana di sini. Bahkan rumah-rumah kuno berubah wajah jadi resto or warung kopi. Tempat kost ku dulu di Sagan juga berubah menjadi seperti itu. Itu hanya salah satu contoh nyata.

kami datangi beberapa hari lalu itu resto di belakang toko meat and grocery. Keliatannya boleh juga, jadilah kami mencobanya. Untung saja Jessie sudah m sehabis renang, jadi jika pun tak ada menu cocok buatnya, kami tenang, karena dia sudah makan.

Begitu disodori menu, kita lihat pertama itu harga teh hangat. Ternyata...9.500. Wah, ini kejutan. Jadilah kami mencoba menu-menu ringan, harganya terjangkau. Kalo udah begini nih, realistis aja. Daripada mesen menu keliatannya enak tapi nggak cocok sama selera lidah, bisa berbuntut-buntut penyesalannya. Akhirnya kami memilih steak sandwich, beef that salad soup cream mushroom.

Nah, di depan resto itu, hanya terpisah lemari pembatas, ada tokonya. Sambil nunggu pesenan dateng, kita liat-liat ke sana. Segudang nama asing menyerbu otakku. Dari sekian puluh item, paling kita kenal hanya yoghurt oatmeal. Nah ini asyiknya bertualang kuliner, jadi tahu ini itu. Cuma malam itu kita males bertanya, hanya menyerap aja nama-nama itu. Suatu kali kan ketemu kalo baca majalah or koran.

Tunggu punya tunggu, keluarlah snack stick keju, free of charge, lumayan enak. Agak padat sih, nggak kayak stick keju biasanya. Nggak lama keluar tuh teh hangat 9.500. Buset deh, cangkirnya gedhe banget, ditambah biskuit kelapa antik rasanya. Jadi, penting cara penyajian, maka harga mengikutinya, he...he...he...

Steak sandwich datang, waw....lumuran lemak dari striploinnya sungguh menggiurkan. Empuk lagi, jadi ayem makan. antik itu beef saladnya. Dagingnya empuk rasanya enak. Cuman nih salad, mungkin karena dari Thai, jadi ada sounnya. Bawang merahnya juga lumayan banyak. Sampe sini sih kita masih bisa menikmati merasa enak. Suatu kali, tergigit sesuatu, begitu digigit rasanya aneh menguar semacam wangi daun or biji-bijian. Kita sampe nyariin tadi ngegigit apa ya. Karena kita nggak gitu suka, makannya jadi berhati-hati. Beberapa kali masih terjadi, sampe Jessie pikir kita m daun seledri. Padahal daun seledri kan keliatan udah dipinggirin semua. Kita menduga itu semacam biji kecil berwarna hitam, tapi gak tahu namanya.

Bersamaan dengan cream soup disajikan roti panjang dengan daun-daun ikut dipanggang. Tuh roti rasanya enak, hanya toppingnya itu antik, warnanya hijau kehitaman. Kalo nggak salah sih ada pastillo-pastillonya. Jessie kalo udah liat makanan agak-agak gelap begitu langsung nolak (untung rawon sama brongkos masih doyan, itu mas andalan ibunya je).

Jadi, kesimpulan malam itu, musti berani nyoba. Suatu kali jika berada di tempat asing samsek, nggak lari ke fried chicken mulu. Malam itu lidah dikorbanin sedikit, indra pengecap dibiarinin bertemu rasa aneh-aneh, untungnya lambung pencernaan nggak berontak.

Menepati Janji

Suatu kali kita Jessie bermain ke kawan sudah lama tak kami kunjungi, saking sibuknya kita menjalankan usaha. Nah, pas mau pulang, tiba-tiba aja kita nanya apakah temannya anakku ini mau ikut. Langsung dia mengajuk mamanya supaya diperbolehkan ikut. Kita pikir, karena kami lama tak bertemu, manalah mungkin dia masih lengket dengan aku, nggak taunya salah duga.

Lalu mamanya bilang kalo Natal nanti Matthew menari di gereja. Spontan kita Jessie menjawab jika kami datang melihatnya menari. Pertama-tama sih supaya dia nggak mengajuk, tapi juga karena senang melihat anak kecil menari.

Hari berlalu seolah tertiup badai, begitu cepat padatnya setiap hari. Hingga di tanggal 19 Des lalu, kita kelelahan karena berbagai acara di sing hari. Kita baru nyampe rumah lagi sekitar pk 14.30, padahal acara mulia pk 16.00. Tambahan, Jessie mengelak untuk pergi dengan alasan lelah. Tapi, di matkita terba seorang anak menanti-nanti teman Iienya sebelum dia menari. Terba kekecewaan merusak Natalnya seluruh liburannya, bahkan mungkin juga tertoreh luka di hatinya karena janji tak ditepati. Kita paling pantang jika janji tak ditepati, hari inilah kita diuji.

Akhirnya kita bujuk-bujuk anakku supaya mau datang ke Natal itu melihat temannya menari. Dengan visualisasi dari papinya, anakku langsung berangkat. Papinya hanya mengatakan, "Nanti dia menari sambil nangis lho, Ciecienya nggak datang."

Selama kebaktian Natal, pengkhotbah begitu luar biasa membaw kisah Natal Pertama, hingga anakku begitu menikmati kebaktian itu. Satu hal penting Jessie kita pelajari adalah betapa pentingnya menepati janji kepada seseorang. Sekali pun untuk itu kita harus mengalahkan penatnya kaki menginjak kopling. What a precious Christmas!

Monday, July 16, 2012

Kita Dicium

Kami hampir tak bersama seharian kemarin. Setelah pulang sekolah, Jessie diminta mengajar tari Truno pk 14.00. Jadi, pulang sekolah dia langsung makan, istirahat sebentar lalu kami berangkat lagi menuju tempatnya mengajar. Sementara kita ada ceramah di malam hari.

Kala m siang kita melobby Jessie supaya mau dijemput papinya sehabis mengajar. Tadinya dia minta dijemput lalu ikut kita ke tempatku ceramah. Kita khawatir dia terlalu lelah karena dari sekolah belum tidur siang. Jika ikut kita ceramah, bisa-bisa teler pas pulang malamnya. Akhirnya dengan berbagai pertimbangan akhirnya dia setuju istirahat di rumah, nggak ikut kita ceramah, walaupun agak sedikit ngedumel, soalnya dia paling seneng ikut kita ceramah, "Ketemu kakak-kakak, Mom," begitu alasannya.

Ketika sampai di tempatnya mengajar, kita bilang begini, "Sudah ya Jess. Sampai ketemu nanti malam. Jessie kalo udah ngantuk langsung bobo aja, nggak usah nungguin mami." Kita kaget kala tangan mungilnya merangkul leherku memeluk seraya menciumku (terharu mode on). "Oke Mom, hati-hati ya."

Ini nggak kayak biasa! Berkali-kali kami tak bisa bersama, dia cuma melambaikan tangan. Tapi siang dia memeluk menciumku! Jadi semangat setelah itu untuk mematangkan persiapan ceramah.

Jika kita renung-renungkan lagi, kami memang sangat dekat. Kita bersyukur dia mau curhat sama aku, bukan dengan orang lain, karena pada akhirnya dia paham jika orangtuanya nggak pernah menjatuhkan anaknya sendiri. Jika kita lalai memeluknya dalam sehari, maka Jessie mendatangi aku, lalu senyum-senyum sambil melirik merentangkan tangannya, minta dipeluk.

Luv u, Jess!

Friday, July 13, 2012

Warung Kopi Purnama

Sabtu minggu lalu, pagi-pagi benar, kita Jessie tiba di Bandung. Perjalanan kali ini adalah untuk reuni, bersenang bersama teman-teman zaman SMA dulu. Begitu sampe Bandung masih malas geliatnya, laiknya orang baru bangun tidur. Tak lama kemudian Nani datang menjemput.

Kami langsung menuju hotel Cemerlang di Pasir Kaliki menunggu Susan di sana. Dia harus mengantar anaknya dulu baru ke hotel. Begitu datang langsung rame deh ngobs ke kiri ke kanan. uniknya m paginya agak jauh dari hotel. Buat orang Bandung, segitu sih deket meureun, tapi buat kita agak jauh, abis muter-muter jalannya.

Sampailah di Jl. Alketeri. Seingatku jalan ini sering dilewati bemo kita naekin jika mau ke sekolah dari Pasir Luyu. Nah, ngagetin itu, di jalan ini ada sebuah toko model lama diberi nama Warung Kopi Purnama. Tokonya kecil biasa-biasa aja, tapi di sekitar toko itu bertaburan tukang bubur ayam, lotek, buah, dll. Ternyata warung ini sudah lama. Koq dulu nggak keliatan ya, apa dibukanya pagi-pagi aja spesial buat breakfast ya? Karena itu, nggak heran kalo duduk kongkow-kongkow di situ engkong-engkong. Mereka saling menyapa, baca koran sambil nunggu pesanannya datang tuker-tukeran liat cincin berbatu. Kita seneng dengan suasana ini, karena kita melihat warung kayak begini bisa menjadi penyemangat hidup buat orlansia. Kali aja di rumah udah nggak ada lagi nyiapin breakfast or kopi or teh tubruk, di sinilah mereka mendapatkannya plus ngobrol sesama orlansia.

bikin kita Jessie seneng lagi, ternyata neunya serba roti. Kita pesen roti dadar telur, Jessie roti bakar mentega gula, Susan roti sekba, ternayat didemenin juga ama Jessie. Nani pesen otak-otak. Kita kira sedikit tuh otak-otak, begitu dateng, sepiring penuh, ha3. Puas deh makannya.

Kadang kota lama menyimpan sesuatu oldiest ngangenin.

Pulang sarapan kami beli ambokue, di kelenteng depan rumahnya Yulius, hmm...yummy deh pokoknya, bungkus Mang, bawa pulang ke hotel. Nggak lama kami duduk-duduk di kamar, datanglah Irma. Dia dateng buat nganterin kita sama Jessie ke Ganesha, soalnya Nani Susan harus gladi resik buat acara reunian besok.

Petualangan pun dimulai dari Paskal ke Ganesha karena Irma lupa-lupa inget jalan ke sana. Di tengah jalan Mama telpon katanya dia sama Papa udah di Riau, abis dari FO. Jadi kita ketemuan di depan gedung ITB nya persis. Naek deh Jessie, nyemplak ke kuda putih. Senang sekali dia, sampe nggak berasa udah 3 puteran, abis itu masuk hotel lagi. Nah, Irma cabut dari sini.

Papinya Jessie udah dateng dari Jakarta, lalu kita ke Ma' Uneh. Tuh resto emang terkenal enak, kata Nani, cuman nggak sanggup jalannya! Kecil meliuk-liuk, kesian juga Mama, tapi namanya juga nyoba, ya dijalanin aja pelan-pelan. bikin seneng udang windu gorengnya, puas ngegigit dagingnya tebal. Papa sih m semur jengkol. Kalo kita nurutin anjurannya Nani, m ulukutek leunca, tipikal mas Sunda. Lalapannya juga khas Sunda, macem-macem nama daunnya, nggak kayak lalapan Yogya isinya cuman 3 macem: kol, ketimun daun kemangi, he4.

Puaslah kami berjalan-jalan di Bandung. Kita senang karen Jessie kesampean mau naek kuda di Ganesha, tempat ade-adeku kuliah dulu.

Sunday, July 8, 2012

Bolu Bawean

Kadang-kadang kita suka inget seolah-olah di udara tercium aroma Bandung. Itu kangen kali ya namanya? Ha...ha...ha...!

Salah satu bikin kita kangen Bandung itu bolu Sweetheart. Zaman kita di sana, sekitar 1982-1985, bolu ini sangat terkenal, karena rasa rumnya sangat kuat. Kita mencicipi pertama kali saat ada mengantarkannya ke rumah di Pasir Luyu, Buah Batu, itu.

Sejak itu kita tergila-gila sama bolu Sweetheart, tapi ya nggak bisa sering-sering makan, karena harganya selangit. Kala itu Papa kan studi S2, jadi tahu sendiri lah.

Lebaran teman lamkita dari Bandung datang. Entah dia baca di fb or feeling aja kalo kita suka bolu ini, tiba-tiba paket datang dari Bandung. Guess what?.....Bolu Sweetheart, tapi sekarang udah ganti nama jadi bolu Bawean, kali karena mengikuti nama jalan. Kala di sms, kita pikir satu sloaf aja, nggak tahunya dua sloaves!!! Masih ditambah satu pack brownies dua pack bagelen keju. Wah...., ini bukan cuma pucuk dicinta ulam tiba tapi mak nyuss!

Jadi, hari ini sarapan bolu Bawean dengan kopi hangat. Jessie juga ikut-ikut sarapan bolu dengan susu Ultra. Sarapan gini emang cocok buat pagi-pagi sekitar 03.20, ringan ueeenak.

Thanks ya teman buat perhatiannya.

Saturday, July 7, 2012

Harga Sangat Mahal

Jika musim ujian seperti baru saja dilalui Jessie, mulutku mungkin nggak berhenti-hentinya memintanya supaya teliti membaca soal. Sekali pun kebiasaannya belajar pagi belum banyak berubah, semua itu masih dapat diatasi. Malam tidr jam 20.00 tiap pagi bagun pk 03.00 untuk belajar hingga bahan dikuasai. Tetapi, semua itu hancur jika tidak teliti membaca soal.

Terus terang kita nggak begitu yakin sama ketelitiannya, terutama dalam matematika. UAS kali ini juga kita mengingatkannya supaya teliti. Matematika itu nggak ada susah, tapi ada adalah kesalahan jawaban karena kurang teliti. Kesalahan umumnya terjadi pada anakku itu, kelompatan jika diminta mengurutkan bilangan. Lalu, kadang-kadang kalimat matematikanya sudah betul, jawaban akhirnya salah angka, jadilah berkurang nilainya.

Kala ahir kita bilangin supaya teliti, kita udah khawtair. Hatiku nggak tenteram melepas dia ulangan hari itu. Entah kenapa. Beberapa hari kemudian, keluarlah nilai ulangan matematikanya, cukup mengejutkan aku: 77,6! Langsunglah keluar petuah-petuahku sampai dia mengerti betul kenapa kita menghendaki nilai di sekitar 85 untuk UAS. Kita nggak pernah menuntut nilainya 100, tapi juga nggak boleh seenak-enaknya cuma di kisaran 70-80.

Apa mau di kata, nasi telah menjadi bubur. Mungkin saja ini pelajaran buat ibunya ini supaya menerima hasil sekadar cukup-cukupan. Terlalu mahal harganya jika karena hanya kurang teliti nilai menjadi 77,6....

Thursday, July 5, 2012

Term Iklan

Suatu kali di surat berita keluarga kami muncul artikel kuliner tentang gule balung a.k.a. lelung. Seperti biasa, kita langsung tertarik karena kambing itu makanan wajib kalo tekanan darah drop. Nggak ada secepat itu membuat matkita kembali terang, kepala nggak pusing hati jadi nyaman.

Cuma, tempatnya jauh sekali. Kita tadinya menggebu-gebu jadi melorot, karena lelung ini adanya di daerah Bantul. Iu daerah cukup asing bagiku. Jadilah lelung hanya tinggal angan-angan. Tapi, kali bawah sadarku masih tetep kepengen. Jadi, kala kita mengganti tali kipas di bengkel langgananku, kita cerita soal lelung ini. Nah, Pak Geng, sang pemilik bengkel itu paham luar dalam soal Bantul, terlebih lagi soal makanan khas Yogya tempatnya nylempat-nylempit, Selesai kita cerita, beberapa hari kemudian kami mendatangi tempat itu.

Sialnya, kita tak membawa serta artikel di koran itu. Hanya berdasarkan ingatan bahwa lelung itu adanya di daerah Palbapang or Srandakan. Perjalanan ke Bantulnya sih lancar-lancar aja, begitu sampe di alun-alun kota kami mulai bingung. Ke arah mana ya tepatnya gule itu. Masuk sampe jauuu...h mendekati tempat batik Bantul, lalu kembali lagi. Akhirnya keliatan di pinggir jalan itu papan namanya kecil, Lelung Jodog.

Karena nyarinya udah kelamaan, minatku mulai hilang. Apalagi udara bukan main panasnya. Saat mencari kita malah membayangkan enaknya kalo kita di rumah aja duduk di teras sambil baca, ha..ha...ha...kurang sopan, sudah nyeret-nyeret orang tua nemenin nyari lelung malah kehilangan minat.

Warungnya sederhana, ubinnya pun hanya semen biasa. Warung ini mengingatkanku pada warung-warung di pedesaan sekitar Prembun, tempatku KKN. Tentu dengan segala atribut keramahan khas pedesaan.

Begitu pesanan datang, wuuuih banyaknya!! Nah, trouble muncul kala kita menikmati lelung itu. Alotnya pol! Akhirnya kita hanya m satu potong, sisanya kita bungkus deh. Pak Geng senyam-senyum liat orang kota term iklan.

Tapi, kekesalanku sirna begitu lihat Jessie m lelung ini dengan semangat 45, sambil tak henti-hentinya bertanya, "Mom, beli di mana nih gulenya? Koq enak? Hmm...enak...enak nih. Nambah aah...!" Yei, emaknya kepayahan ngabisin satu potong, malah anaknya lahap.

Ya syukurlah, tak sia-sia ke Jodog, asalkan Jessie seneng.

Tuesday, July 3, 2012

Merindukan si Bungsu

malam, sekitar pk 23.00, hp ku berbunyi. Seperti biasa, jika sms masuk pada jam-jam nggak biasa, mesti ada berita penting. Ternyata induk semang kost ku meninggal dunia. Memang kita pesan sama cucunya sering ketemu supaya jika ada apa-apa sama omanya, kita diberitahu.

Cukup lama kita nge-kost di tempatnya, hampir 9 tahun. Dengan empat orang juga hampir sama lamanya beberapa teman silih berganti. Banyak hal kita pelajari dari beliau, terutama kerapihan penampilan. Salah seorang adik kelas kaget kala bertemu kita setahun lalu, "Lho, Mbak? Sekarang koq nggak seperti kala kuliah? Dulu baju, sepatu sampai anting-anting tas senada semua. Sekarang Mbak nyaman dengan jins oblong ya?" Nah, sampe segitu pengaruh Tante sama aku, walaupun kita tak menyadarinya. Belum lagi sikap hidupnya. Semakin Tante diam, semakin keras nyata apa mau diungkapkannya. Pernah nih teman-teman meray ultahku dengan masak indomie goreng sekuali gedhe. Begitu kita pulang rapat buka pintu kamar, mereka langsung teriak. Padahal udah malem banget kala itu, sekitar pk 10.00. Sesudah itu dengan sendirinya kami ber sst...sst...sst...ria, khawatir Tante terganggu. Kamarku di sebelah kamarnya Tante. Besokannya kala sarapan Tante lewat, dia hanya diam tak berkomentar tentang berisik-berisik malam sebelumnya. Tapi dari raut wajahnya kami tahu dia memaklumi anak-anak kostnya kadang-kadang masih kayak bocah padahal sudah mahasiswa.

Induk semangku ini meninggal dalam usia sekitar 90 tahun. Kala layat kita kembali bertemu dengan anak-anaknya dulu kita panggil Mas Mbak, serta cucu-cucunya sebaya dengan aku. Ada salah satu cerita jika Tante udah hampir 5 tahun nggak bisa mengeluarkan suara. Sebelum meninggal ini sudah tiga kali kritis. Pada kondisi kritis ketiga, anak, menantu, cucu, cucu mantu cicit sudah meminta maaf, baik langsung hadir di sekitar Dia or pun melalui telepon. Ketika anak bungsunya telepon, tiba-tiba Tante mengucapkan namanya dengan suara sudah 5 tahun tak pernah terdengar. Anak bungsunya kala telepon berada di Yogya langsung berangkat ke Ciamis. Dia mencuci kaki ibunya meyakinkan ibunya bahwa hidupnya oke. Tak lama kemudian Tante berpulang.

Ternyata dia merindukan anak bungsunya di alam bawah sadarnya. Memang menurut penelitian, jika seseorang sudah tak berdaya apa-apa, koma or hampir meninggal, salah satu organ masih berfungsi dengan baik yaitu telinganya. Ajaib memang, namun itulah kenyataannya. Mungkin itu sebabnya, pada pasien-pasien koma, suara dari orang-orang terdekat dalam hidupnya disinyalir dapat mengembalikannya ke alam realita. Or pada orang-orang hampir meninggal, bisikan bahwa semua merel kepergiannya dapat melapangkan jalannya ke alam baka.

Melalui misa requim siang ini kita kembali menghayati bahwa hidup manusia ini seperti bunga ilalang, hari ini ada esok hilang. Selamat jalan Tante Nardi.

Souvenir Pernikahan Cantik dan Unik

Mau souvenir pernikahan gelas cantik dengan harga murah, tak perlu bingung, menyediakan aneka sovenir gelas cantik dengan desain sesuai selera konsumen.. tersedia bermacam jenis souvenir pernikahan gelas cantik untuk anda semua.

Perkawinan identik dengan sesuatu yang romantis. Agar menambah romantis, bagaimana jika memilih souvenir pernikahan bertemakan rose atau bunga mawar.

Souvenir-Pernikahan-Romantic-Rose

Bunga mawar memang selalu dijadikan simbol romantis juga rasa cinta. Dan menjadikan mawar sebagai tema tentu memiliki makna tersendiri. Makna di mana sang pengantin ingin berbagi rasa cintanya kepada para tamu juga menunjukkan sisi romantis dan perasaan cinta sang pengantin.

Souvenir-Pernikahan-Romantic-Rose

Anda bisa memilih souvenir pernikahan lilin berbentuk mawar, sabun, notes, tempelan kulkas, sampai tanaman mawar baik itu asli atau palsu. Mawar selain menjadi souvenir pernikahan simbol rasa cinta dan romantis juga cantik dijadikan tanda terima kasih bagi para tamu.

Monday, July 2, 2012

Bau Donggala

Suatu kali kami bertiga kelelahan karena berbagai aktivitas. Kalo udah begini, paling enak direfleksi. Cuma, karena belum m malam, jadi kepikiran m di bakso Pringgading lalu refleksi di Kakiku di ujung jalan. Sementara Jessie papinya makan, kita jalan kaki mendaftar ke tempat refleksi itu.

Lokasi jalannya memang berada di salah satu Pecinan Yogyakarta. Begitu kita jalan, sudah tercium bau hio, semacam dupa untuk sembahyangan orang Tionghoa. Baunya khas membuat ingatanku mela ke rumah mertukita juga pake hio-hio kayak begitu. Lalu di kiri kanan jalan ada orang duduk-duduk ngobrol di depan pintu toko dicet hijau terang seperti rumah-rumah Tionghoa zadul. Suara orang ngobrol bagaikan musik merdu mengiringi perjalananku malam itu.

Tiba-tiba terdengar gelas pecah suara ibu-ibu ngomelin anaknya. Tapi masih kalah sama instrumen Mandarin dari rumah di seberangnya. Jadi kita berjalan sambil mencandra pernak-pernik percik kehidupan di Pecinan. Suara-suara itu silih berganti, jadi jalan sunyi senyap itu seolah ditingkah aneka suara dari dalam rumah...

Di jalan itu ada semacam tanh berpasir tak berpenghuni. Maksudku, di situ nggak ada tenda jualan makanan or rumah. Hanya seng menutupi sebidang tanah. Penerangannya pun remang-remang. Di situlah kita mencium harum rokok lintingan khas pedesaan di Jawa Tengah, semasa kita KKN dulu.

Kalo nggak jalan kaki gini, semua cita rasa udara tak tercium. Ingatanku langsung menuju Donggala, tempat mertuaku. Di sana juga situasinya persis seperti ini. Mungkin karena jarang ada kegiatan malam hari. Jadi sesudah tutup toko, mandi, lalu mulailah acara kongkow-kongkow sampe malam di depan toko. Kadang anak-anak berlari-lari di jalan belum teraspal sempurna. Jika bulan terang benderang, anak-anak bernyanyi-nyanyi di jalan sementara orang tuabercengkerama sambil menumpangkan satu kaki di atas kaki lainnya, or sambil bisik-bisik.

Paling nggak malam itu kita menyicipi suasana Donggal telah lama tak kulihat...

Sunday, July 1, 2012

Diglot

Ulang tahun kali ini ada hadiah istimewa dari sahabat keluarga kami, sebuah Alkitab diglot. Kado ini se mengukuhkan keseriusanku untuk memelajari teologi.

Jangankan orang lain, bapakku aja bingung kala kita beritahu jika sekarang kita kuliah teologi. "Emang mau jadi pendeta, kuliah koq teologi?" Nadanya biasa lah, agak-agak bernuansa kolong walau udah purna bakti sekian tahun lalu.

Pertanyaan kenapa itu terus mengikutiku setelah kita mendengar khotbah Pdt. Rudy Budiman di GKI Taman Cibunut, hampir seperempat abad silam. Kala kita cerita ke Papa kalo mau masuk teologi, Papa nggak bisa tidur. Dia berpendapat teologi itu ilmu abstrak nggak bisa buat hidup. Lalu kita disarankan masuk ke fakultas agak-agak mirip teologi. Jadilah kita ke psikologi.

Tahun-tahun berlalu, tapi keinginan itu terus bercokol di dalam hati. Sampai, kita berani menuliskan resolusi tahun 2006 untuk sekolah theologia. Tapi, setelah menulis resolusi itu, hambatannya makin menjadi-jadi, mulai dari biaya, waktu, multiple task sampai niat.

Tahun ini, kita dapat cukup banyak dividen usaha, cukup untuk biaya kuliah satu matkul satu semester. Cepet-cepet deh kita mendaftarkan diri melunasinya. Biasa ibu-ibu, ada uang sedikit larinya ke seprei apa kuali, ha...ha...ha...! Jadilah kita kuliah lagi.

Nah, di ulang tahunku ke 43 ini kita dihadiahkan Alkitab dwi bahasa: Indonesia - Ibrani. Bacanya aja kayak buku Jepang, dari belakang. Lalu bahasa Ibrani dibaca dari kanan ke kiri, seperti bahasa Arab. Cuman kita belum ambil tuh matkul Ibrani, paling kita deketin dulu aja dosennya, supaya dikasih kunci-kunci untuk mengetahui huruf tulisannya.

Resolusi 2006 terwujudkan di 2009. Sekarang, kita mau bertekad ah supaya selesai di tahun 2016, pas di ultahku ke-50. Semoga dikabulkan ya?

Search This Blog