Wednesday, January 5, 2011

Wisata Desa

Suatu kali kami pernah menghabiskan setengah hari di Rumah Budaya Tembi. Rupanya anakku sangat terkesan dengan renangnya, alamnya, makanannya. Lalu dia pernah renang lagi di sana dengan temannya saat kita reunian dengan angkatan 85. seperti Jessie, temannya ini juga senang sekali renang di sana.

Jadilah, kemarin, pagi-pagi kami berangkat ke sana. Kali ini kita mengajak seorang teman juga. Jadi girl party berempat ke Tembi. Sebenarnya udah agak siang, tapi cuaca mendung, jadi anak-anak langsung nyebur. Sementara kita temanku ngobs panjang lebar, ke topik kami ingat untuk dibicarakan. Kira-kira jam 11 perut mulai keroncongan, karena anak-anak hanya sarapan cereal paginya. Kami ke restonya. Anak-anak m nasi goreng burung emprit, kita temanku nyemil tahu susur. Minumannya tetap minuman slendro pelog segar, bikin udara panas tak menyengat kami. Lalu anak-anak kembali renang, kami tetap di resto sambil nyoba koneksi internetnya. Kita sih mindah-mindahin catatan ke buku alamat baru, biar ringkas lengkap.

Kira-kira pk 12.30 kami m siang. Mesennya nasi emprit goreng sama goreng banyak (sejenis angsa). Wah, sedap, apalagi sambalnya sambal mentah lumayan pedes. Terus, air putih disedi dengan berlimpah, jadi nggak haus. Mustinya sih mungkin beli sebotol aqua ya, orang di gerobak minumnya disedi aqua botol, tapi kami memilih air minum biasa agak dingin.

Pk 14.30 ana-anak selesai renang, mandi lalu ontheling menjelajah desa. Masalah timbul kala anak-anak nggak bisa menaiki sepedanya karena terlalu tinggi. Jadilah kami memboncengkan mereka dipandu seorang guide dari rumah Tembi. Pertamanya sih ngeri banget karena udah lama nggak naik sepeda jadi oglak-oglek, menggak-menggok, kiri kanan. Tapi, sesudah 10 kayuhan, oke lah.

Pertama kami diajak melihat kerbau anaknya. Sekalian refresh pengetahuan bahasa Jawanya. Kan di sekolah diajarin nama anak-anak hewan. Mumpung ada contohnya langsung kerbau sapi beserta anaknya masing-masing, kita ingatkan lagi aja. Ternyata paling Jessie ingat itu anaknya gajah, namanya bledug, ha3.

Setelah melihat kerbau, kami diajak melihat kerajinan membuat bingkai cermin dari pelepah daun pisang. Menarik, karena jadi tahu campuran lem dipakai lalu cara membuat tutup vinil belakangnya itu. Dari sana kami beranjak ke kerajinan pre order batik Tembi. Pemiliknya sangat ramah dalam menjelaskan karya-karyanya. Dalam hati, kita naksir nih menjalin kerja sama dengan beliau, siapa tau bisa ngeramein toko onlineku. Bapak ini juga punya guest house seperti Rumah Tembi, tapi hanya dua rumah. Ada pake AC per malamnya 400 rb, trad 350 rb. Cuman nggak tau apakah dapat m 3x sehari seperti di Tembi.

Di jalan pulang kami menjumpai workshop kerajinan tertutup untuk umum, kepunyaan seorang pengusaha australia tinggal di desa Tembi. Mungkin untuk ekspor, jadi khawatir disainnya muncul duluan di toko online sebelum pesanan sampe di tujuan, bisa kena denda cidera janji tuh, hiks.

Perjalanan menjelajah desa ini mengingatkanku desa KKN, rumah-rumahnya masih berlantaikan tanah. Ada teras tempat duduk-duduk sambil dengerin kicau burung perkutut. Juga bau rokok lintingan, umumnya dikonsumsi para pria tua sambil nunggu magriban. Juga tatapan penduduk hadirnya orang asing di tengah-tengah miliu mereka. Beberapa tertawa geli melihat kita naek sepedanya masih nggak lurus. Kita sih sama sekali nggak tersinggung karena di sana kita menatap keceriaan alami sama sekali nggak dipoles jaim-jaiman.

Menghabiskan hari di Tembi terasa cepat berlalu, liburan menyenangkan di selatan Yogya.

No comments:

Post a Comment

Search This Blog