Friday, July 10, 2009

Melewati Kelam Malam

Ada perbedaan cukup signifikan dalam diriku. Ini sangat terasa ketika memasuki usia 40 tahun, kita banyak berjumpa dengan kedukaan. pertama adalah kepergian suaminya kongsi usahaku, hampir dua tahun lalu. Mungkin kita lega lilo jika melayat, kali itu kebingungan kesedihan melandkita karena kepergian almarhum sangat mendadak. Sejak itu kita gamang jika menginjakkan kaki di rumah kedukaan. Tapi, kehidupan kan harus berjalan terus, kita nggak bisa kan memanj diri dengan terus berkubang di momen-momen traumatis, maka kita memulihkan diri cukup cepat.

Dalam proses pemulihan itu kita memelajari kenapa orang merasa takut menghadapi kematian. Nggak usah kematian, tapi kondisi pingsan or mulai tak sadarkan diri pun kadang-kadang menjadi sangat menakutkan. Mungkin kehilangan kontrol diri kegamangan apa ada di hadapannya, membuat ketakutan itu makin menjadi-jadi. Apalagi jika tak seorang pun di sana mendampingi saat-saat maut itu menjelang. Mungkinkah ini diras oleh sahabatku almarhumah, Martha?

Malam juga menjadi malam panjang menakutkan bagiku saat sms telepon dari adik iparku masuk, "Ya...Mama gimana, kasihan banget. Nggak bisa minum obat, minum teh aja netes-netes, susah banget nelennya. Kala Aiai mau dipamitin ke omanya, ranjang Mama udah basah. Mama ngompol nggak berasa, Ya. Gimana nih, kasihan banget? Kita semua khawatir di sini." Dia cerita sambil nangis-nangis, soalnya sebelum dibawa ke rumah sakit kondisi Mama emang lemes karena muntah-muntah terus, tapi masih bisa jalan sendiri, masih aware terhadap kondisi dirinya. Setelah satu hari di rumah sakit koq malah drop. Nah itu..., mulailah ketakutan memompkita deras. Mana malam kita hanya berdua dengan Jessie, karena suami dinas luar kota. Akhirnya dengan tak berdaya kita menghampiri hadirat Ilahi bersama Jessie. Kami berdoa sambil menangis karena tak berdaya jauh dari Mama sedang sakit. Setelah itu kita mengirim sms ke pendeta-pendetkita untuk minta dukungan doa. Nggak lama kemudian Papa telepon, ngabarin kalo dia lagi siap-siap menuju Jakarta dari Purwakarta, dijemput sopirnya adikku. Kita memutuskan ke Jakarta Sabtu ini jika sampai ada apa-apa, setelah rundingan dengan suami. HP ku juga nyala terus sepanjang malam. Kita mungkin tahan dingin, malam kedinginan sampai ke ujung-ujung jari kaki. Kira-kira pk 00.40 kita terbangun karena mendadak batuk hebat. Akhirnya kita bangun, minum obat batuk neuralgin, pakai kaos kaki mematikan HP. Kita terbangun pk 04.30 dengan ba remuk tanda tanya besar menggelayut dalam hatiku.

Jika kita telusuri lagi, malam betul-betul panjang kelam, harapan melihat sinar mentari terasa jauuuh lamaaa banget. Saat pagi menjelang, kita sms adik iparku lagi puji Tuhan, kondisi Mama membaik. Sudah sadar sudah bisa nanyain berita cucunya paling kecil. Kita betul-betul lega, Mama dalam perawatan tangan-tangan trampil. Cepat pulih ya Mom, kan kita mau ngerayain ultah Khun, Didi, Papa Andre bareng-bareng...

No comments:

Post a Comment

Search This Blog