Saturday, July 5, 2008

Ujian Menyetir

Kunjungan ke tiga hari Sabtu, 28 Juni, ke Purwodadi Grobogan. Mestinya rekan pria kami lain nyetir, karena kabarnya medannya berat. Berhubung tugas pendampingannya di Yogya nggak bisa ditukar, batallah ia bersama kami pembimbingan mahasiswa.

Sebenernya sih gojag-gajeg mau berangkat, abis kita samsek nggak tau medannya. Langsung kita minta ancer-ancer jalannya. Kita telepon bengkel untuk ngecek karimun, karena feelingku koq jalanan kali ini bakalan jauh. Bayangin kalo dua ibu dua anak kecil sampe mengalami hambatan di tengah jalan, kan gazwat?

Betul aja, paginya kala siap-siap ngeluarin karimun, eh dia mogok! Nggak mau distart, bunyinya ngek…ngek…ngek! Ini sih pertanda akinya abis. Akhirnya kita memberanikan diri minjem mobilnya misua. Lha, semua udah pada nunggu di sana. Akhirnya setelah suami-suami olahraga buat ngedorong karimun, kami berangkat pk 06.30. Jalanan sampe ke Klaten lancar sekali. Pk 07.10 kami nyampe di rumah rekan pendeta kami, ambil oleh-oleh langsung tancap ke Purwodadi. Kala sampe di simpang lima ada rel keretanya, sempet bingung mau menempuh jalan mana. Abis ditunjukin sama bapak punya warung di pengkolan, kami langsung ambil jalan langsung menuju Purwodadi.

Mula-mula jalanan mulus, hanya padat dengan bus besar-besar. Lama-lama mulai mengerikan karena perbaikan jalan di mana-mana, nunggunya lama karena harus antri. Tapi, memang rencana Tuhan itu selalu membawa kebaikan. Jika kami memakai karimun, bisa-bisa go dombret orang nggak nyetir. Jalanan patah lubang di jalanan nggak terlihat jelas. Tau-tau mobil bisa kejeblos begitu aja di lubang jalan, ternyata udah ada potongan betonnya. Kedengeran bunyi keras di bawah mobil. Untung nggak kena mesin picanto. Kedatangan kami terlambat satu jam setengah dari jadwal, karena medan jalan begitu berat. Dengan kemampuan stirku, pertolongan Tuhan sungguh terasa.

Pulangnya sih mulus. Atas petunjuk tuan rumah, kami lewat jalan di Kedung Ombo G. Kemukus. Naik turun juga sih, hanya nggak berlobang-lobang. Mulanya anak-anak kecewa karena nggak lewat jalan berlobang-lobang tadi, karena menurut mereka itu bagaikan naik arung jeram. Akhirnya anak-anak malah seneng karena mobil seolah maen sliding, syuut….syuut…, sip deh pokoknya.

Mahasiswa kami kunjungi ternyata punya sikap positif dalam menerima keterbatasannya. Kami mendorongnya agar memberi perhatian lebih pada daerah pedesaan, karena kondisi daerah lumayan jauh berat, walaupun cabang tetapi seperti megelola tiga gereja.

Jika sudah begini, walaupun ba lelah bahkan pinggang gempor, tapi hati senang melihat mahasiswa enjoy di lapangan.

Baru deh ngerasain gimana jadi DPL, ‘dosen’ pembimbing lapangan. Kalo orangnya demen jalan-jalan sih ayo aja, tapi kalo orangnya biasa di belakang meja, bisa tekapok-kapok. Untung juga kita punya anak juga doyan jalan-jalan eksplor daerah baru. Kalo iseng-iseng ditanyain mau nggak ke Purwodadi Grobogan lagi, dengan mantap Jessie mengangguk-angguk sambil berujar, “Kita naek arung jeram lagi apa maen sliding, Mom?”

No comments:

Post a Comment

Search This Blog