Friday, December 5, 2008

Echooo...

Kayak ada aturan tidak tertulis di lingkungan gerejaku. Jika udah lama nggak ada kematian, begitu ada satu kematian, lalu rantainya jadi panjang.

Dua hari lalu kita diajak seorang kawanku menghadiri kebaktian pelepasan jenazah, sebelum diberangkatkan ke G. Sempu. Upacaranya sesuai tata cara GKI, jadi kita tenang-tenang saja. Hari ini kita juga menghadiri kebaktian pemberangkatan jenazah. Kita hanya mengenal sepintas berduka, salah satu aktivis KUK. seru upacaranya itu secara Khatolik. Rupanya, anaknya ini memeluk agama Khatolik, walaupun mamanya Kristen.

Langsung deh teringat semua misa rutin kita hadiri sejak TK – SMA. Caranya membalas nyanyian Romo, sesudah bacaan pertama, kala komuni nyanyian-nyanyiannya. Ada juga kita kurang paham seperti pemberkatan jenazah, pemberkatan bunga tanah. Bagiku, semua itu tata cara untuk melapangkan jalan si jenazah aja.

Khotbahnya juga singkat sangat praktis berkaitan dengan bagaimana orang takut menghadapi kematian, tetapi Tuhan Yesus dapat memahami ketakutan ini hingga memberitahu murid-murid-Nya bahwa di rumah Bapa-Nya banyak tempat.

Kita nggak tau apakah setelah ini ada lagi mau ikut (hiii...), karena aturan tak tertulis itu mungkin kematian itu baru berhenti setelah tujuh kali. Lalu lamaaa….tak ada kematian, lalu mulai lagi.

Memang, lahir mati tak bisa dipilih harinya, tak bisa direncan datangnya tak bisa diduga kapan terjadi. Seperti kelahiran, kematian juga peristiwa ajaib. Karena itu bukan panjang pendeknya umur patut direnungkan saat kematian menjemput, tetapi seberapa dalam makna hidup telah dijalani.

Dari abu kembali kepada abu…, ada nggak ya bahasa Latinnya, kayaknya itu lebih nyesss…

No comments:

Post a Comment

Search This Blog