Thursday, December 25, 2008

Gereja Masa Kecil

Jika liburan akhir tahun mungkin kami sekelurga berkumpul di Jakarta. Jadi kita keluarga di Yogya bergabung dengan adik-adik memang berdomisili di Jakarta.

Kita sih seneng-seneng aja liburan kayak gini, cuma ada satu sering bikin kita nggak enak hati. Aneh ya, suasana liburan jadi bikin pergi ke gereja itu sesuatu janggal. Jika lagi liburan keluarga begini, pergi ke gereja jadi sesuatu rasanya terasa tak pada tempatnya. Cuma, tahun ini kita bersikeras ke gereja saat Natal, walau itu berarti kita harus bangun pagi-pagi, nggak sempet sarapan pagi pergi naik taksi di Jakarta.

Akhirnya kita berhasil bangun pk 05.00, lalu siap-siap. Gawatnya Jessie lebih memilih tidak ke gereja karena keluarga mau jalan-jalan di pantai segudang aktivitas tentunya lebih menarik buat anak kecil tinimbang duduk sejam setengah di gereja. Kita bujukin, kita marahin, tetep nggak mempan. Jadi kita berangkat ke gereja dengan setengah bersedih hati.

Kenapa sih kita bersikeras ke gereja? Kalo mau gampang kita tinggal klik situsnya gerejaku, or gereja berbahasa Indonesia di Singapura memuat suara pendeta sedang berkhotbah. Tapi kita mau hadir di gereja di saat penting ini karena: nggak banyak kala untuk merenungkan betapa banyak berkat-Nya dalam kehidupan ini, mengingat pertolongan Tuhan Yesus setahun ini (terlebih kala kami kehilangan Mas Janni), kemurahan-Nya senantiasa tercurah setiap kali kita minta order kerjaan, berkat kesehatan kepandaian untuk anak semata wa keutuhan keluarga. Masak berkat-Nya melimpah kita nggak bisa nyediain kala 2 jam aja untuk kebaktian Natal?

Setelah tanya sana sini, akhirnya kita memutuskan ke Gunsa 4. Itu gerejkita kala masih kecil. Masih jelas di ingatanku jika kita 'setia' ke sana setiap minggu, walaupun harus naik bajaj sendirian. Kalo diingat-ingat seberapa banyak sih bisa diserap anak umur 14 tahun dari khotbah di kebaktian dewasa? Cuman kita inget aja betapa tenangnya kita jika kebaktian selesai.

Gereja itu masih tetep sama.Pendeta berkhotbah adalah pendeta dari kita kecil sudah melayani di sana. Pendeta ini sudah tua, keriput-keriput di mukanya juga jelas terlihat, namun suaranya masih setegar sejelas dulu sekala muda. Kebaktiannya betul-betul menenangkan aku. Tingkah denting piano lompatan lincah klarinet mengiringi perpaduan lagu-lagu klasik modern dengan cantiknya. Paduan suara sudah dipersiapkan dengan baik, jadi cengkak-cengkok Unto Us a Child is Born or Hallelujah Chorus mulus terlewati. Kebaktian diakhiri dengan Hallelujah Chorus, jemaat menutupnya dengan bersama-sama menyanyikan refrainnya.

Selamat Natal semua. Kiranya kasih kemurahan Tuhan membuat kita terus berharap, walau ada kemungkinan kita menjadi tawar hati saat krisis ekonomi menjadi badai besar di tanah air.

No comments:

Post a Comment

Search This Blog