Wednesday, June 10, 2009

Jualan

Beberapa hari lalu datang teman sudah bertahun-tahun tak ketemu, sepuluh tahun aja sih lebih deh.

Temanku ini membawa dua orang temannya mau minta kita menjadi narasumber dalam acara mereka. Ngomong punya ngomong, sampailah ke pertanyaan, "Suami Bu Mariani masih menerbitkan buku?"

"Masih, Pak. "

"Buku jenis apa ya?"

"Buku cocok untuk pasar anak muda, manajemen permainan." (Kita langsung keluarin deh contoh buku-bukunya, soalnya lebih baik melihat contoh daripada keterangan bla bla bla).

Mulai deh misunderstending terjadi. Bapak satu memang benar-benar bapak baik, steady di dunia kebapakannya, nggak pernah ngintip dunia lainnya. Keningnya berkerut, lamaaa sekali. Kita udah tau pasti muncul pertanyaan, cuma pertanyaannya itu nggak kita sangka...

"Lho, ini anak kos jualan apa ya? Sebelumnya pernah jualan? Koq ini judulnya jualan lagi?"

"Jualan???" (sambil terus bertanya-tanya di dalam hati).

Lalu....AHA! Ini kan dunia bernuansa jawa, mestilah kata dodol diterjemahkannya sebagai jual, karena dalam bahasa Jawa, dodhol means jual!

"Oh, itu istilah anak sekarang Pak. Dodol itu artinya bloon-bloon gimanaaaa...gitu. Bukan jualan artinya."

"Wah, ketauan deh kalo saya ini jadul banget...! Jadi ini kisah-kisah tentang apa ya?"

"Tentang kehidupan di kost anak-anak mahasiswa itu, Pak."

Singkat cerita, mereka pun pulanglah dengan damai. Kita masih terkegut-kegut menemukan masih ada orang nggak ngeh artinya dodol. Memang, Yogya buka Jakarta sih. Nggak semua orang di Yogya harus paham dengan istilah-istilah anak muda, cepat menyebar layaknya api disiram bensin. Barangkali dunia memang berputar amat cepat, perubahan terjadi di mana-mana, pun di tatanan paling kecil dalam keluarga, yakni di dunia remaja. Barangkali juga Indonesia kelak menjadi Jakarta, artinya orang dengan dialek Jakarta lebih diajeni. Padahal, Indonesia bukan hanya Jakarta. Ada kekayaan keragaman budaya di tanah tercinta ini. Bukan sekali ini aja kita menemukan orang-orang murni terkungkung dalam budaya tanah Yogya, tapi bagiku itu bukan kesalahan or kemunduran or kejadulan, melainkan sebuah nuansa layak dijaga dipertahankan.

Apa jadinya jika Indonesia menyiut jadi sebesar Jakarta saja???

No comments:

Post a Comment

Search This Blog