Wednesday, June 3, 2009

Getting Old

Sabtu minggu lalu kita menghadiri kebaktian di gerejaku. Sebenernya kita pengen hari Minggu, suasana kebaktiannya lebih tenang, syahdu, waktuku juga lebih longgar lebih jenak mendengarkan khotbah. Namun karena kita harus mengajar di Sekolah Minggu setiap Minggu pagi, jadi kita harus cari alternatif kebaktian bukan hari Minggu.

Satu-satunya kesempatan hanya Sabtu sore. Jika Minggu sore bawaannya udah capek melulu. Karena harus, ya kita menyesuaikan diri dengan suasana kebaktiannya. Modelnya seperti kebaktian anak muda deh, liturgi bkita dimodifikasi semua. Setempo menyenangkan, apalagi jika pilihan lagu-lagunya masih ada kukenal, walaupun berirama rancak.

Sabtu lalu kita sangat merasa tidak nyaman. Pranata acaranya pake baju kedodoran, lalu cara dia mikenya terlalu dekat dengan mulutnya, jadi kata-katanya nggak jelas. Udah gitu, bandnya keraaaas banget, sampe perkataan pranata acaranya nggak kedengeran. Tau-tau dia lari ke belakang muncul lagi pranata acara lain. Ini juga gawat, matanya kena tick, jadi kedap-kedip tak terkendali. Walaupun susah, kita masih berusaha menolerir, apalagi anakku senang dengan lagu-lagunya. Tapi, hatiku berontak kala muncul tari-tarian sebelum khotbah. Pikirku, ini apa-apaan, apakah dengan tarian penghayatan terhadap lagu jadi lebih baik? Kita iseng aja mengitari ruangan dengan sudut mataku. Eee..., malah pada longak-longok mau melihat nari. Oalaah....

Kita jadi ngerasa tua banget kalo gini. Apa mungkin banyak pemahaman teologis bikin kita nggak bisa menerima hal-hal seperti itu ya? Kalo kemungkinan kedua sih kayaknya nggak deh, wong sekolah teologi aja nggak koq. Tapi lebih mendekati pertama....getting old!! Jadi, kita harus mawas diri supaya nggak jadul, masak kayak gini aja nggak bisa nerima? Jangan-jangan kalo Jessie beranjak besar, kita papinya semakin tertinggal di era jadul-jadulan.

Hai jiwaku, tetaplah muda sekalipun usia tak mungkin diputar menjadi muda kembali!

No comments:

Post a Comment

Search This Blog