Sunday, August 3, 2008

Trilogi Donna van Lierre

Nggak tau kenapa, dulu kita kepengen baca lagi tulisannya Donna van Lierre. Bukunya ada tiga kita tahu. pertama Christmas Shoes. Kala Khun bilang buku ini bagus mau diterjemahkan ke bahasa Indonesia, kita agak pesimis. Tapi kita baca juga aslinya, kita nangis Bombay. Rasanya sedih gitu ngebayangin hidup seorang bocah lelaki berjuang membelikan ibunya sepatu sebagai hadiah ahir sebelum ibunya meninggal. Terus, kala tahu penerjemahnya (Pdt. Joas Adiprasetya) juga piawai bahasa Inggrisnya, kita tambah optimis kalo novel ini lkita di Indo.

Bukunya kedua kita baca kala liburan sekolah tahun lalu di Jakarta. Untuk mempertahankan ritme bangun pagiku, kita sengaja bawa novel itu. Baca sambil nerjemahin kata-kata jarang kita jumpai. Christmas Blessing nggak segitu menyentuh seperti Christmas Shoes, jadi nggak sampe nangis bacanya.

Nah, bukunya ketiga, Christmas Hope, agak lain. Prolognya agak panjang ceritanya tentang seorang social worker. Kerja model begini agak jarang di Indo, walopun di sana rupanya sudah jadi hal biasa. Kita mulai tersentuh kala masuk bab 3. Social worker ini ternyata pernah ditinggal mati anak tunggalnya, hidup perkawinannya sepoh tanpa kehadiran Sean. Hidupnya berubah kala dia terpaksa nerima kehadiran Emily, gadis 5 taon, ditinggal mati ibunya.

Baru sampe situ sih bacanya, hanya kita jadi tau kalo efek kematian itu begitu kuat. Bisa menggoyahkan pernikahan, bisa menutup jalur komunikasi pasutri, bisa merusak hubungan harmonis anak ibu, bisa membuat orang menarik diri dari dunia. Hanya cinta tulus bisa membalut perasaan kehilangan itu. Novel ini ‘masuk’ karena kita udah ngeliat kematian dari dekat. Kalo belon, mungkin efek novel ini sedikit hambar.

Paling nggak trilogi ini memperluas ranah afeksiku. Ada serpihan kehidupan bisa kita rasakan, walopun kita belum pernah mengalaminya.

No comments:

Post a Comment

Search This Blog