Thursday, April 16, 2009

Bukan Tempatnya

Beberapa kala lalu kami mendapat voucher potongan Rp 5.000 di Carefour Amplaz. Jadi, sore itu kami berangkat ke sana, sekalian liat-liat buku, sekalian jalan-jalan. Sampe di sana sih masih aman-aman, horor mulai kala masuk ke jalur parkir.

Di depanku ada Katana. Setelah pemeriksaan satpam di gerbang masuk area parkir, mobil itu mesinnya mati, dua kali, terus melorot lagi. Kita kan nggak nyangka kalo orang itu belum bisa, jadi jaraknya hanya 50cm dari mobil kita setirin. Akhirnya satpamnya nahan di belakang supaya mobil itu nggak kena ke mobilku.

Begitu masuk jalan naik turun, beberapa kali katana itu melorot. Kita jadi deg-degan. Mana parkiran bawah penuh, jadi harus ikut naik di belakang katana itu. Kita bilangin petugas parkir supaya melarang mobil itu naik, kan bisa celaka semua di bawah kalo dia nggak bisa berhentikan melorotnya mobil. Tepatnya sih, kita khawatir kalo terkena tubrukan. Syukurlah, naik satu kali rupanya dia dapet tempat parkir, tapi atretnya masih ngguk-nggukan, begitu agak lowong, langsung deh si Mumun kita pacu supaya mendahului katana itu.

Hhh...lega rasanya bisa parkir, erus nggak terjadi sesuatu menyebalkan. Cuman kita misua jadi berpikir, kualitas les-les setir mobil yah kayak begitu. Boleh dibilang asal bisa masuk gigi satu, ganti ke gigi lebih tinggi or sebaliknya, parkir paralel, berjalan di tempat macet. Lulus deh, apalagi kalo ada uangnya buat beli brevet udah pernah les setir mobil.

Lebih ketat di Singapura, amat ketat dalam mengeluarkan SIM. Udah dapet SIM, mobilnya masih diberi tanda. Tandanya berwarna-warna, ditempel di kaca depan kaca belakang berlangsung periodik. Jadi, jika di jalan tol ada pengendara mobil dengan lingkaran hijau --whatever the color--, pengendara lain harus berhati-hati karena orang ini baru saja mendapat SIM. Nanti beberapa bulan kemudian, orang ini diuji lagi, lalu lingkarannya berubah warna. Terus begitu sampai di mobilnya nggak ada stiker berarti orang itu sudah bisa nyetir dengan aman. Paling nggak sih 3 kali ujian.

Coba, gimana kalo sistem kayak gitu diberlakukan di Indonesia.... paling kita cuman bisa nyanyi, "Itulah Indonesia..."

No comments:

Post a Comment

Search This Blog