Wednesday, May 14, 2008

God will always be with you

Dalam artikelnya di Kompas, J. Kristiadi menuliskan bahwa melup peristiwa buruk masa lampau membuat manusia tidak bijak, tidak mengingat keindahannya membuat manusia mudah menjadi jahat. Kalimat ini seperti menggambarkan perasaanku setiap tahun menjelang 15 Mei. Rasanya di telingkita masih terdengar raungan sirine di mana-mana berbagai wawancara ‘mengerikan’ semuanya itu mau memberit bahwa telah terjadi tragedy kemanusiaan paling buruk di Indonesia.


Kala semua itu terjadi kita sudah berada di kaki gunung Merapi tenang, aman, damai, sejuk. Hanya saja, hatiku sama sekali jauh dari suasana tempat tinggalku. Gimana mau tenteram melihat penderitaan tengah terjadi, juga pada para korban disembunyikan? Cerita seram berhamburan menghampiri telinga batinku. Tak heran kita sangat terkesan dengan pelayanan seorang Romo di Jakarta terjun langsung menolong para korban perkosaan.


Hanya saja, pertanyaan terus menghantuiku adalah: jika terjadi perkosaan, seberapa banyak akhirnya menjadi sebuah kehidupan nyata di dunia? Lalu, ke mana di mana anak- anak itu berada? Tentu mereka sudah besar. Jika sekolah, mungkin sudah duduk di kelas 4 or 5 SD. Apakah mereka hidup dengan limpahan kasih sa or kemana- mana diikuti dengan pandang mata kasihan –bahkan mungkin dengan pandangan jijik— oleh orang-orang di sekelilingnya? Apakah mereka hidup dengan ballutan misteri asal- usulnya or sudah diberitahu tentang kenyataan pahit tentang dirinya? Apakah mereka kenal ibunya? Apakah mereka hidup dengan ibunya? Bagaimana keadaan psikis ibunya? Depresikah? Banyak tanya lain menggema di relung hatiku, namun tak ada jawab sampai malam.


malam kita melihat siaran ulangan perspektif di AN TV. Rasanya ada sedikit berkas sinar menyeruak di antara berbagai tanya dalam hatiku. Mudah-mudahan pemerintah memakai momen Mei ini untuk membuka kembali sejarah gelap itu mendudukkannya di tempat benar. Pembukaan ini bukan untuk mengorek kepedihan ada, tetapi seperti tulisan J. Kristiadi di atas: supaya manusia menjadi bijak. Bijak dengan dirinya sendiri bijak dengan sesama.


Salam untuk anak-anak keluarga Mei, di manapun kalian berada. God will always be with you, though you do not want to know HIM.

No comments:

Post a Comment

Search This Blog