Sunday, February 22, 2009

The Last Samurai

Malam minggu kami habiskan dengan menonton film lama di tv. Kebetulan Jessie tidur agak sore karena besoknya mau kunjungan ke desa Jodhog, Bantul.

Bagiku film ini mengenaskan, karena orang bertarung dengan budayanya, hanya karena iming-iming disebut modern jagoan. Adalah Sang Kaisar kemasukan paham modernitas bertentangan dengan jiwanya. Dia tak bisa berbuat apa-apa ketika Katsumoto, Sang Samurai, diminta melepaskan pedangnya saat ikut rapat. Kaisar hanya duduk terdiam, padahal dia meminta Katsumoto ikut duduk di dalam dewan. Film ini diakhir dengan peperangan besar-besaran antara samurai melawan modernisme berbekalkan meriam senjata.

Kita nggak sampe abis nonton filmnya, kasihan ngeri. Kalo idealisme keluhuran ditandingkan dengan modernitas demoralisasi, hasilnya pasti kesedihan. Efek nontonnya masih terasa sampai saat ketika kita menuliskan hal ini. Mungkin karena kala sma kita pernah juga membaca kisah shogun, walau tak setragis kisah samurai. Itu sebabnya kita rada-rada miris jika mau baca hasil karya penulis Jepang, padahal penasaran juga sama novel baru-baru ini terbit karya Shusako Endo.

Kayaknya terlalu dalam deh suspensiku, padahal nggak perlu segitu-gitu amat. Itu kan cuma cerita...

No comments:

Post a Comment

Search This Blog