Saturday, June 30, 2012

Prit....! Goceng, Bu.

Jarang sekali kita berada di Yogya di saat liburan. Mungkin kita pulng ke Kediri or bermain ke Surabaya, or ke Jakarta. Hanya karena orangtukita sudah hengkang dari Kediri, lalu berita rawannya kemacetan di arus menghilir or pun memudik, kami sekeluarga berketetapan menikmati libur panjang tahun ini di kota tercinta. Kebetulan juga ada teman dulu se-kost kala mahasiswa datang pra-reuni perak psi 85. Jadi, kami mantap betul stay in Yogya.

Kalo orang tinggal di kota tujuan wisata, musti lega lilo a.k.a. berlapang dada melihat kemacetan di mana-mana. Ya iyalah macet. Kota dengan kapasitas 3 juta penduduk ketublekan orang segitu banyaknya, ya pasti mbludag, terutama di pusat-pusat keramaian seperti Jl. Malioboro or Amplaz (Ambarukmo Plaza).

Suatu kali kami terpaksa mendatangi Jl. Malioboro karena teman ingin m Chinese Food. Nah, resto Chinese Food paling oke buat kita sih ada di Danurejan, jalan itu hanya bisa dicapai melalui Malioboro. Bener aja, mendekati hotel Inna Garuda, kemacetan sudah terlihat. Mobil berjalan perlahan di sepanjang Malioboro. Lalu kami parkir di dekat resto itu.

Begitu turun, kita didekati tukang parkir, "Bu, parkirnya sekalian, siapa tahu Ibu mau berjalan-jalan di sinii." Spontan kita mengeluarkan uang Rp 1.000, tetapi dengan cengangas-cengenges tukang parkir berlengan buntung itu berkata, "Goceng, Bu." Dengan mangkel kita menyerahkan uang Rp 5.000 sambil berujar, "Pripun tho Mas, saya kan penduduk sini." Si tukang parkir hanya menjawab, "Ehm...ehm...ehm," sementara teman-temannya di belakang ketawa-ketiwi mengejek temannya kena batunya itu.

Kita tak memperpanjang soal goceng ini karena nggak mau selera makanku rusak. Mangkelku bertahan berhari-hari, karena mendapatkan uang parkir berlebih ini bukan tukang parkir mungkin bertugas di sana, tetapi tukang parkir liar. Ngono ya ngono, ning ojo ngono, wuaahhh!

Sekali lagi kita alami kala nganter ke Mirbat. Kali ini kita sudah merel seandainya harus bayar parkir Rp 5.000, karena di mana-mana parkir penuh kita diberi tempat parkir cukup elit, di halaman kantor dekat GPiB. Kala pulang kita bergurau dengan pak parkir, "Wah, jenengan untung kathah nggih, Pak." Dengan senyum lebar ia menjawab, "Nggih, Bu. Setahun pisan."

Senin lalu, muncul keluhan soal parkir ini di Kompas Jogja. Ternyata bukan hanya kita tho mengeluhkan hal ini. Pikirku harusnya kita terima saja diperlakukan sewenang-wenang oleh tukang parkir karena itu event besar di Yogya. Kan nggak setiap kala penduduk Yogya mendadak beralih jadi tukang parkir mendapatkan uang tambahan? Nah, menurut Lembaga Konsumen, harusnya hal itu diadukan. Tapi, kita kembali ke sikap praktisku, gituan koq dilaporin buang-buang kala aja. Kalo mau ditertibkan, ya sejak awal diberi penyuluhan lalu patroli dijalankan.

Susah emang ngurus negara eh kota, ha...ha...ha...

No comments:

Post a Comment

Search This Blog